HARI Minggu, bulan Agustus 1988 di Frateran SJ Jl. Bangunan Barat, Kampung Ambon, Jakarta Timur. Siang itu hadir seorang jejaka muda. Tinggi perawakannya. Kurusan. Ia datang bersama tiga kawannya di Frateran Jesuit.
Oh … kemudian saya kenali mereka sebagai siswa-siswi kelas 2 SMAN 13, Tanjungpriok, Jakarta Utara:
Memori saya langsung “terbang” ke masa silam. Mereka adalah Yohanes Bayu Samodro bersama Bambang, Eryoko, dan Rosa. Ketiga anggota pengurus PERSINK (Persaudaraan Siswa-Siswi Negeri Katolik) Unit Jakarta Utara.
Inilah kelompok remaja Katolik yang disebut PERSINK. Dibentuk oleh almarhum Romo G. Sabdo Utomo SJ di awal tahun 1985-an untuk mewadahi kegiatan iman bagi para murid yang bersekolah di SMA Negeri di Jakarta.
Mengapa PERSINK menjadi sebuah kebutuhan sangat urgen untuk dibentuk oleh para frater Jesuit di Kolese Hermanum Jakarta?
Saat itu, program pengajaran agama dan iman Katolik di SMA-SMA Negeri –sebuah program layanan baru– tengah dibesut oleh alm. Romo Sabdo SJ sebagai Minister Kolese Hermanum (Kolman) dan Koordinator Pelayanan Ekstrakurikuler para frater SJ di Kolman.
Memberi atensi pada kelompok minoritas
Keberadaan para murid Katolik di SMA-SMA Negeri itu jelas merupakan kelompok minoritas. Lalu, bagaimana dengan asupan “gizi” pelajaran agama dan moralitas iman Katolik bagi kelompok minoritas ini?
Singkat kata, gerakan PERSINK langsung dibentuk. Programnya digelar. Dan sejak itu pula, para murid Katolik di sejumlah SMA Negeri lalu mendapatkan bimbingan dan pendampingan dari para frater Jesuit yang tengah studi di STF Driyarkara dan tinggal di sejumlah Unit Frateran Kolman.
Dan di forum PERSINK Unit Jakarta Utara inilah, penulis lalu bertemu Yohanes Bayu Samodro. Kini, Bayu sudah menjadi Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI. Ia dilantik tanggal 10 Agustus 2020 awal pekan ini.
Pertemuan rutin
Nah, dengan pendampingan para Frater Jesuit yang saat itu sedang studi filsafat di STF Driyarkara, Rawasari, maka sepekan sekali biasanya para anggota Pengurus PERSINK masing-masing Unit Lokasi sering melakukan gathering. Kami berkumpul untuk rapat dan merencanakan kegiatan ke depan.
Saat itu, demi efektivitas pengkaderan dan pendampingan, kami baru saja sepakat melebarkan sayap dengan membentuk Unit-Unit di keseluruhan wilayah Jakarta: Unit Jakarta Pusat (saat itu masih merangkap wilayah Jakarta Timur dan Tangerang), Unit Jakarta Selatan dan yang terbaru Unit Jakarta Utara.
Setiap Unit didampingi oleh dua Frater Jesuit dari Kolman.
Temu akbar PERSINK KAJ
Kehadiran Yohanes Bayu Samodro bersama tiga temannya –sesama anggota Pengurus PERSINK Unit Jakarta Utara– dari Tanjung Priok ke ke Unit Frateran SJ Kampung Ambon kali itu terjadi atas alasan ini. Mereka sengaja mendatangi kami guna merampungkan persiapan Temu Akbar PERSINK se-KAJ di Kolese Kanisius di Menteng yang tengah kami rencanakan akan segera digelar.
Sambil menunggu kehadiran para pengurus PERSINK dari Unit-unit lainnya, mereka dan para Frater SJ pendamping lalu biasa main kartu dan gitaran. Juga dengan para frater Jesuit lainnya yang rumah residensial mereka kedatangan tamu para anggota PERSINK ini.
Kali itu, Frateran SJ Unit Kampung Ambon menjadi tuan rumah. Kali lain, Frater SJ Unit Kramat VI atau Kramat VII menjadi tuan rumah berikutnya. Ini dipilih, karena lokasinya lebih mudah dijangkau dengan kendaraan umum seperti bus Damri atau mikrolet.
Kiprah Bayu
Sejak kepengurusan Unit PERSINK Jakarta Utara terbentuk, remaja jangkung bernama Yohanes Bayu Samodro mulai bergerak aktif. Apalagi, waktu itu juga, dia juga langsung dibesut oleh para frater pendamping menjadi salah satu pengurusnya.
Saat itu, selain penulis, ikut aktif mendampingi Bayu cs adalah Fr. Deshi Ramadhani SJ dan Fr. Bernardus Rukiyanto SJ—keduanya kini imam Jesuit.
Karena keramahan dan ketulusannya, sosok Bayu menjadi cepat dikenal oleh sesama pengurus PERSINK lainnya. Utamanya dari Unit-unit berbeda. Juga mudah dikenali oleh siapa saja.
Senyumnya yang lebar di tepi garis bibir menebar kesegaran suasana persis. Bak semilirnya bayu –alias angin dengan hembusan tipis– di pantai bibir samudra.
Demikianlah, konon, makna dari nama pribadi Bayu Samodro yang dipasangkan kepadanya oleh kedua orangtuanya. Sangat bermakna sesuai kaidah arti masing-masing kata bahasa Jawa.
Penulis memang tidak langsung mendampingi PERSINK Unit Jakarta Utara. Dengan mereka, sudah ada Frater Bernardus Rukiyanto SJ yang menjadi pendamping mereka.
Namun, karena sering berjumpa bersama, pertemuan—pertemuan ini ikut menjadikan pertemanan kami –para frater SJ dengan segenap pengurus PERSINK—menjadi lebih intens.
“Bay, loe besok Koordinator Seksi Tempat ya? Mewakili kita dari Utara,” pinta Rosa.
Yang ditunjukpun tinggal jawab, “Terserah eloe lah yg ngatur,” jawab Bayu dengan tenang saat itu.
Ringan tangan dan tidak suka ribet itu salah satu keutamaan sifatnya. Kalau bisa aku kerjakan, mengapa juga tidak dibantu. Toh, semua demi kebersamaan.
Tak banyak komen atau keluhan itulah yang membuat Bayu makin disukai.
Rupanya sifat ini terus menjadi salah satu keutamaan Bayu yang masih tetap dia rawat sampai tahun-tahun kemudian. Dan ini masih terjadi sampai ketika Bayu “ditemukan lagi” dalam Grup WA eks Persinkers seangkatan.
Praktis setelah 30 tahun setelah semua gathering reguler antar para pengurus PERSINK itu terjadi. Semuanya sudah berkeluarga, punya anak. Namun, keakraban tetap terjaga dalam sukacita lewat candaan dan syering-syerin kehidupan sederhana.
Memaafkan dan menyimpan dalam hati
Lewat WA pribadi tahun lalu, 11 September 2019, Bayu curhat tentang apa yang tengah menimpa salah satu puteranya. Tuturannya terasa berat seserius permasalahan tersebut.
Namun dengan kekaleman dan keyakinannya, akhirnya Bayu sampai pada kesimpulan hati. “Kami (bersama sang isteri terkasih) memilih untuk berserah… Belajar membaca apa kehendak Tuhan pada kami ke depan.”
Bayu lebih suka merasakan berjalan bersama Tuhan. Sambil memikul salib kehidupannya yang saat itu terasa berat dan melukai hati, namun tetap bahagia selama Tuhan ada dalam dekapannya.
Sewajarnya orang akan syering di grup di mana dia perlu penghiburan dan peneguhan, namun Bayu tidak melakukan itu. Ia lebih suka seperti Bunda Maria: menyimpan perkara itu dalam hatinya.
Rendah hati dan selalu bersyukur
Tanggal 27 Mei 2020 tengah hari, sebuah pesan masuk ke HP penulis. “Romo, selamat siang … boleh ngga minta tolong?”
Sebuah pertanyaan klise yang tentu akan dijawab “iya”. Namun yang menarik, saat itu Bayu bercerita bahwa dirinya tengah berada di tahap terakhir proses seleksi mencari calon definitif untuk mengisi pos jabatan sebagai Dirjen Bimas Katolik Kemenag RI.
“Atas izin Tuhan,” demikian sapaan awal yang mengungkapkan kerendahan hati Bayu yang tidak pernah luntur sejak dahulu. “Sekarang ini, saya memasuki tahap akhir seleksi … dst.”
Kapan dia mulai dan sudah berapa kali lolos dari tahapan itu tidak pernah bercerita sebelumnya. Tahu-tahu hanya kasih informasi kepada penulis bahwa dirinya sudah sampai pada akhir tahapan.
Tentu penulis pun juga akhirnya tahu bahwa di tahap terakhir itu pun masih menyisakan lima kandidat lain yang juga potensial untuk “bersaing” memperebutkan pos jabatan yang dilelang secara terbuka itu.
“Mohon doanya ya Romo. Apa pun yang nantinya akan terjadi, saya selalu bersyukur,” ungkapnya.
Tak ada beban hati sama sekali di hati Bayu. Apalagi hasrat meletup agar nantinya namanya yang akan terpilih.
Bagi penulis, untuk bisa menemani Bayu pada situasi seperti ini saja sudah membahagiakan. Dan itu sama seperti karakter hatinya.
Bayu tetap diam. Menyimpannya di dalam hati.
Akhirnya siang hari lepas jam 12 hari Senin tanggal 10 Agustus 2020 lalu di Grup WA Persinkers mulai muncul berjibun ucapan selamat atas pelantikan dia sebagai Dirjen Bimas Katolik yang baru.
Semua kawan seangkatan terkaget-kaget dan bersyukur mendengar berita sukacita itu.
Penulis pun juga tak lepas dari rasa haru. Sungguh tidak menduga Tuhan mengabulkan doaku. Justru ketika aku mengungkapkan begitu saja pasrah, lepas bebas. Tuhan mendengarkan.
Bayu, selamat atas tugas baru ini.
Semoga engkau terus dapat terbang dengan kepak sayapmu yang diam, tenang di tengah keriuhan dunia ini.
Layanilah kami tetap dengan segala kerendahan hatimu yang terus kami rasakan sampai sehari sebelum pelantikanmu.
Semoga sang bayu itu tak henti meniupkan kasih di tengah gelombang samodra yang senantiasa menari-nari…