SAYA menemukan sebuah trailer Gangster Squad film baru yang diperankan Sean Penn (Mickey Cohen) yang baru diluncurkan tahun ini.
Dalam film yang dasarkan pada buku dengan judul yang sama karya Paul Lieberman, Sersan Jerry Wooters (Ryan Gosling) mengucapkan satu kalimat yang menarik.
Wooters berkata “I am a Bible salesman” , ketika ditanya Grace Faraday (Emma Stone) tentang apa pekerjaannya.
Saya suka jawaban itu dan kalimat itu saya posting di status facebook saya. Ternyata statement itu menarik perhatian beberapa teman.
Film yang diinspirasi oleh kisah nyata ini.
Adalah kisah dua orang detektif LAPD yang berusaha membebaskan Los Angeles (LA) dari cengkeraman kelompok gangster di tahun 1940-an and 1950-an.
LA waktu itu dikuasai raja bandit Mickey Cohen yang menguasai semua penghasilan dunia kejahatan mulai dari drugs, senjata, dan prostitusi.
Ia tidak hanya menguasai orang-orangnya tetapi para polisi dan politisi di bawah kontrolnya.
Semua orang takut, kecuali agen LAPD dipimpin oleh sersan John O’Mara (Josh Brolin) dan Jerry Wooters (Ryan Gosling), yang bersatu untuk melawan Cohen.
Film ini direncanakan untuk diluncurkan pada 7 September 2012. Tetapi terjadi beberapa kali penundaan. Oleh Warner Bros Pictures, peluncurannya dimundurkan ke 11 Januari 2013.
The Bible Salesman
Penasaran dengan asal usul statement itu, saya menelusuri dunia maya.
Akhirnya saya sampai kepada sebuah novel karya Clyde Edgerton berjudul “The Bible Salesman”.
Novel yang diterbitkan tahun 2008 itu menceritakan tentang Henry Dampier, pemuda berusia 20 tahun yang bergumul dengan dilema moral dan pekerjaannya.
Diceritakan bahwa saat dia sedang berkeliling menjual Alkitab yang semula ia maksudkan untuk dibagikan secara gratis, Henry bertemu seorang penipu: Preston Clearwater.
Kalau Henry adalah penipu bernuansa religius dengan menjual Alkitab, Clearwater adalah penipu yang sekuler. Clearwater mengaku bahwa ia adalah seorang agen FBI padahal ia adalah anggota sindikat pencuri mobil.
Ia mengaku kepada Henry bahwa sebagai agen FBI ia sedang mencoba menyusup ke jaringan pencuri mobil dan membutuhkan seorang rekan.
Henry bisa menjual Alkitabnya kapan saja ketika ia tidak sedang membantu Clearwater (FBI) mencuri mobil sebagai bagian dari aksi penyusupan, kata Clearwater.
Dalam bab-bab yang berjudul “Genesis” dan “Exodus”, dan kemudian“Revelation”, Henry bergumul dengan kesimpulan-kesimpulan teologis, sementara kejahatan Clearwater, yang tidak diketahui olehnya makin menjadi-jadi.
Alkitab dan hormon adalah dua kekuatan yang luar biasa, namun Henry berhasil untuk tidak memperdayai keduanya.
Sebagai seorang penganut denominasi Gereja Baptist yang teguh, ia tidak menyesal menipu dalam menjual Alkitab. Namun ia berat menerima inkonsistensi dalam Injil. Misalnya: Kalau Allah itu berkuasa, mengapa ia perlu beristirahat pada hari ketujuh?
Sebaiknya Clearwater adalah seorang penggoda. Ia percaya bahwa dunia tak lebih hanyalah sebuah tempat bagi terjadinya sesuatu.
Bahkan sebelum Henry bertemu Marleen Green, seorang gadis yang kemudian mengambil keperjakaan Henry, Clearwater telah merasionalisasi seruan Alkitab yang mengutuk seks di luar perkawinan. J
ika orang seperti Abraham “si orang baik” melakukannya tanpa ganjaran, mengapa saya tidak,” kata Henry kepada dirinya kemudian.
Alegori menjadi dewasa yang sangat longgar dari Henry, dari Taman Eden milik Marleen ke konfrontasinya dengan iblis, membuatnya berhenti dari kelas-kelas Sekolah Minggu (dalam tradisi Gereja Baptis di Amerika selain kebaktian minggu, ada juga kelas-kelas untuk pendalaman Alkitab yang disebut Sunday Schools) ke ambiguitas moral Alkitab.
“I’ve changed my ideas about a lot of things,” Henry berkata kepada sepupunya setelah janji untuk menjaga keperjakaannya luluh di hadapan Marleen Green.
Sang sepupu menanyakan apa yang terjadi. “I started reading the Bible,” katanya. Ia baru benar-benar membaca Alkitab ketika dihadapkan dengan pergumulan eksistensial.
Kisah Alkitab dan hidup kita
Bukankah hidup kita seringkali seperti Henry Dampier?
Kita menyangka telah berada di jalan yang benar, telah bekerja pada orang yang benar, telah membela orang yang benar, telah memegang ideologi yang benar, telah melakukan yang benar.
Tetapi sebenarnya, kita bersandar pada tiang yang salah.
Banyak kali dan tanpa disadari, kita sebenarnya sedang membela para penjahat, dan penipu, dan pembunuh dan kita menyangka kita sedang melayani Tuhan lewat apa yang kita lakukan.
Seperti Henry kita menyangka kita sedang bekerja sebagai abdi negara, yang membolehkan kita untuk melanggarkan sejumlah prinsip moral dan etis. Tetapi sesungguhnya kita sedang mengabdi pada para penipu yang memperalat kita untuk kepentingan mereka saja.
Kita begitu naif untuk tidak mengetahui ke mana, dari mana dan untuk apa kerja yang kita lakukan.
Ada juga yang sadar namun tidak berdaya untuk melepaskan diri, atau sudah merasa nyaman dalam kejahatan sehingga. Lalu berusaha merasionalisasi apa yang sedang dijalani.
Ketika kita tidak sadar akan apa yang kita lakukan kita akan berkata “kita hanyalah penjual Alkitab”.
Cuma sebuah buku, sebuah barang yang sedang kita jual, seperti halnya barang-barang dan buku lainnya.
Tetapi ketika kita dihadapkan dengan dilema-dilema moral dan etis dalam pekerjaan kita maka kita, seperti Henry, akan bilang “saya mulai membaca Alkitab”. B
ukan sebuah buku lagi yang sedang kita perjualbelikan, namun sebuah kuasa yang sedang kita hadapi, kuasa yang menggoncang iman kita, yang mengganggu kesadaran dan nurani kita.
Sebelumnya, kita hanya “menjual Alkitab”, kini kita mulai “membaca Alkitab”.
Kembali ke film Gangster Squad, kita mengerti sekarang mengapa sersan Jerry Wooters (Ryan Gosling) mengaku kepada Grace Faraday (Emma Stone) bahwa ia adalah seorang penjual Alkitab.
Para polisi sedang melakukan sesuatu yang mereka tahu salah: main hakim sendiri melawan para bandit, membantai para bandit tanpa jalur hukum.
Sersan John O’Mara bahkan berkata: “We are not solved any case here, we are going to war.”.
Mereka tahu tugas mereka sebagai polisi adalah melindungi tetapi karena para gangster sudah tak bisa diatasi lagi, mereka mengatasinya dengan cara mereka sendiri. Dan mereka sadar itu salah tapi mereka tak punya pilihan.
Jerry Wooters saat hendak menembak seorang musuh yang terjatuh, sang musuh berkata: “Kamu tak mungkin melakukan ini, karena kamu seorang polisi.”
Wooters berkata: “tTdak lagi.” Lalu ia menembak orang itu.
Tulisan dalam trailer itu berbunyi: “To save the law, break it.”
Itulah para penjual Alkitab yang merasa tak ada hubungan antara apa yang mereka lakukan dan apa yang tertulis dalam Alkitab.
Menjual Alkitab adalah satu hal. Sedangkan, membaca dan menaati Alkitab adalah hal yang berbeda.
ijin share ya,sumber disertakan