Renungan Harian
Rabu, 14 Juli 2021
Bacaan I: Kel. 3: 1-6. 9-12
Injil: Mat. 11: 25-27
BEBERAPA tahun yang lalu, suatu siang saya pergi ke pusat perbelanjaan elektronik. Di pusat perbelanjaan itu terkenal sebagai tempat jual beli dan servis HP.
Ketika saya sedang berjalan mencari sebuah toko servis HP, saya dikejutkan dengan sapaan seorang bapak yang sedang berjalan dengan isterinya.
“Maaf, kamu Iwan ya?” sapa bapak itu.
“Iya benar, maaf, bapak siapa? Maaf saya lupa,” jawab saya.
Saya sama sekali tidak mengenali siapa bapak itu.
“Aku Pras, teman lama,” bapak itu memperkenalkan diri.
“Waduh, maaf Pras mana ya. Maaf, gak kebayang sama sekali,” jawab saya.
“Halah aku Genjik. Sekarang ingat?” jawabnya.
“Ha? Bener kamu Genjik?” jawabku tidak percaya. Ia mengangguk sambil tertawa. Kami bersalaman dan berpelukan. Sudah amat lama kami tidak bertemu.
“Sekarang kamu tinggal di sini? Kamu kerja di mana?” tanya teman saya ketika kami duduk di foodcourt.
“Iya, aku tinggal di sini, aku jadi romo,” jawabku.
“Wah elok, luar biasa tenan, kancaku jadi romo,” katanya.
“Kamu itu yang hebat, wah luar biasa lho. Genjik sekarang ganteng, perlente,” kata saya diikuti tertawa kami berdua.
“Wah bener Wan, ingatase Genjik, anakke tukang becak kok isa dadi uwong. (Betul Wan, seorang Genjik anak tukang becak kok bisa menjadi orang),” jawabnya.
“Kamu kerja di mana? Dan sudah lama tinggal di sini?” tanya saya.
“Nggak, aku tinggal dan kerja di Jakarta di sini hanya main aja,” jawabnya.
“Wah hebat, luar biasa, keren,” kata saya.
“Yang hebat itu yang di atas,” jawabnya. “Ceritanya panjang Wan, dari ketulo-tulo tekan mukti iso mrajakke wong tua. (dari sengsara hingga mapan dan bisa mensejahterakan orangtua),” katanya.
“Wan, ketika aku masuk SMP, bapakku meninggal. Yah, kata orang dulu angin duduk, kalau sekarang sakit jantung mungkin. Bapak meninggal di becaknya. Itu membuat saya amat terpukul. Lebih-lebih, simbok memintaku untuk berhenti sekolah karena tidak sanggup membiayai. Tetapi karena aku ingin tetap sekolah aku “ngenger” (kerja) di rumah saudara jauh. Wan aku sekolah SMP- SMA seperti sambilan, pekerjaan pokokku jadi babu.
Puji Tuhan, aku diterima PMDK di Universitas Negeri yang terkenal itu, tetapi berpikir biaya jadi bingung. Simbok menjual perhiasan yang tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar awal kuliah.
Aku kuliah sambil kerja dan bersyukurnya aku boleh tinggal di tempat kerja. Jadi hemat tidak membayar kost. Aku bersyukur karena uang hasil kerjaku bukan hanya cukup untuk membayar kuliah dan makan ala kadarnya, tetapi bisa membantu uang sekolah adik-adikku.
Singkatnya aku lulus sarjana dan diterima di tempat kerja ini. Dan yang tidak kusangka-sangka aku mendapat kepercayaan dan berkat, sehingga menjadi seperti sekarang aku bisa jadi pimpinan perusahaan.
Wan, kalau hanya mengandalkan diriku,pasti gak mungkin. Kamu sendiri tahu aku seperti apa. Tetapi ya itulah kalau Tuhan mau, Dia tidak akan kurang akal untuk menyempurnakan umat-Nya.
Genjik yang anak tukang becak, babu, sekarang jadi pimpinan perusahaan. Aku sampai sekarang selalu kagum dan heran cara Tuhan menyertai dan menuntun hidupku,” temanku mengakhiri kisahnya yang panjang.
Allah memilih dan mengutus seseorang selalu menyertai dan melengkapi yang dibutuhkan dariku adalah kesediaan berjuang untuk dibentuk.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Kejadian, Musa dipanggil untuk tugas besar, meski itu nampak mustahil bagi Musa, tetapi Tuhan menjanjikan untuk selalu menyertai.
“Siapakah aku ini, maka aku harus menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”
Lalu Tuhan bersabda: “Bukankah Aku akan menyertai Engkau?”
Bagaimana dengan aku?
Percayakah aku bahwa Tuhan akan selalu menyertai diriku?
Terimakasih atas renungannya Rm Iwan
Terimakasih Rm Iwan