KONSILI Trente mengajarkan bahwa jiwa-jiwa di Api Penyucian bisa dibantu agar beban penderitaan mereka berkurang. Kata para Bapa Konsili tentang ini: ”Tertolong dengan doa-doa umat beriman dan secara khusus dengan kurban misa’ .
Pernyataan/ajaran ini berdasarkan dogma Gereja Katolik mengenai ‘persekutuan Para Kudus‘ yang berarti bahwa umat beriman yang masih hidup di dunia dipersatukan dengan para malaikat dan para orang kudus di surga serta jiwa-jiwa di Api Penyucian. Baik umat beriman yang masih hidup di dunia maupun para orang kudus di surga dapat menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian.
Umat beriman yang masih hidup di dunia dapat mendoakan mereka yang sudah meninggal terutama melalui tiga cara berikut ini: perayaan ekaristi, doa-doa, dan melakukan perbuatan-perbuatan amal berupa memberi derma, kerja sosial. Dengan melakukan tiga jenis kegiatan tersebut, maka indulgensi bisa didapatkan: pengurangan ”masa hukuman” atas dosa-dosa.
Aspek manfaat
Untuk memahami bagaimana perbuatan-perbuatan baik dapat menolong jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian, perlu kiranya bisa membedakan antara aspek manfaat dan aspek pemulihan dari perbutan-perbuatan baik. Aspek manfaat perbuatan-perbuatan ini tak dapat dialihkan kepada orang lain. Aspek pemulihan dari perbuatan-perbuatan –baik itu pengurangan atau penghapusan hukuman atas dosa– dapat dipakai untuk membantu orang lain.
Tuhan menerima aspek pemulihan dari perbuatan-perbuatan baik ini untuk jiwa yang telah meninggal. Para malaikat dan para orang kudus di surga pasti bisa mendoakan bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Orang-orang kudus dan para malaikan juga bisa mengingatkan kita-kita yang masih di alam profan ini untuk untuk berdoa dan menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian.
Tidak bisa menolong
Gereja secara garis besar mengajarkan bahwa jiwa-jiwa di Api Penyucian tidak bisa menolong dirinya sendiri. Teks kitab suci mengatakan: ‘”Selama masih siang, kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku. Malam akan tiba, dan seorang pun tak akan dapat bekerja’ (Yoh 9:4 ). Teks ini sering kali dipakai untuk memperkuat pengajaran di atas.
Namun, patutlah dipercaya bahwa jiwa-jiwa di Api Penyucian dapat saling mendoakan. Beberapa teolog malah mengatakan bahwa jiwa-jiwa di Api Penyucian bisa menolong umat beriman yang masih hidup di dunia. Alasan yang dikemukakan para teolog tadi adalah bahwa berkat cinta kasih mereka yang lebih besar kepada Tuhan dan berkat kedekatan mereka dengan Tuhan, doa-doa mereka pasti akan lebih berkekuatan dalam memperantarai manusia dan Tuhan.
Santo Robertus Bellarminus mengatakan bahwa jiwa-jiwa di Api Penyucian ”Sangat peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan kita … Secara garis besar mengetahui keperluan-keperluan kita dan bahaya-bahaya yang kita hadapi; dan juga mengetahui betapa besar keperluhan/kebutuhan kita akan pertolongan dan rahmat Tuhan.”
Dapat dikatakan, jiwa-jiwa berada di Api Penyucian karena alasan :
– Dosa-dosa ringan yang telah dilakukan namun belum diampuni sewaktu masih hidup di dunia;
– Kecenderungan jahat yang disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan berdosa di dalam hati;
– Hukuman tertentu yang diakibatkan oleh dosa-dosa berat dan ringan yang dilakukan sesudah permandian dan belum dijalani secara semestinya sewaktu masih hidup di dunia.
Hal-hal di atas cukup memberi alasan untuk ”menahan” jiwa-jiwa tetap berada di Api Penyucian. Akan tetapi Gereja juga mengajarkan bahwa ada jiwa yang tidak perlu ke Api Penyucian dulu setelah meninggal dan ada juga yang langsung masuk surga.
Gereja mendorong semua anggotanya berusaha sekuat tenaga menghindari api penyucian. Karena itu memang kehendak utama Tuhan agar semua anggota
Gereja segera bertemu Dia di surga. Tuhan telah mengatur usia manusia di dunia, tempat untuk menguji dan memurnikannya.
Sumber: The Catholic Encyclopedia for School and Home, Grollier Inc, New York, Vol. 9, hlm 97-99.
JB Susanto, seorang purnakarya tinggal menetap di Tajur, Bogor, Jawa Barat.