Amandemen

0
204 views
Ilustrasi - Menjadi pengusa. (Ist)

Renungan Harian
Rabu, 30 Maret 2022
Bacaan I: Yes. 49: 8-15
Injil: Yoh. 5: 17-30
 
DALAM
bulan-bulan terakhir ini, isu yang banyak dibicarakan dan diperdebatkan di ranah sosial politik adalah perpanjangan jabatan presiden tiga periode. Banyak ahli hukum konstitusi, ahli politik termasuk mereka yang ahli entah apa berbicara dan berpendapat berkaitan dengan perkara ini.

Seolah mereka yang disebut elit politik tidak afdol kalau tidak berbicara atau  mengutarakan pendapat berkaitan dengan persoalan ini. Kegaduhan di antara mereka seolah menutup mata pada kenyataan kegaduhan masyarakat yang kesulitan mendapatkan minyak goreng.
 
Melalui berita-berita sosial media pembicaraan tentang jabatan presiden tiga periode terpecah dalam dua kubu.

Kubu yang setuju dengan mengatasnamakan permintaan rakyat dan kubu yang tidak setuju berpegang pada Undang-Undang yang berlaku, baik itu Undang-Undang Dasar 1945 dan turunannya. Ramai dan gaduh luar biasa tidak jarang dengan urat dalam berpendapat dan tidak jarang pula saling tuduh dan saling sindir.

Kegaduhannya tidak kalah dengan masyarakat yang berebut minyak goreng di pasaran.
 
Entah apa yang sebenarnya terjadi, tetapi satu hal yang nampak adalah adanya orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang masih ingin menikmati privilese-privilese, ketika jabatan presiden menjadi tiga periode.

Sebagaimana sering terjadi kepentingan pribadi dan kelompok ini sering mengatasnamakan rakyat; namun entah rakyat yang mana. Tidak jarang pula bungkusnya adalah keamanan dan stabilitas nasional.

Untuk mewujudkan niat itu agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka akan ditempuh jalan amandemen.

Oleh karenanya harus membuat cara sedemikian agar amandemen dapat berjalan sebagaimana seharusnya. Konstitusi tidak dilanggar tetapi niat mereka dapat terlaksana.
 
Kiranya hal yang kurang lebih sama terjadi pada zaman Yesus. Kaum Farisi dan Ahli Taurat adalah kelompok yang mendapatkan wewenang untuk menafsirkan Hukum Taurat agar sesuai dengan zamannya.

Sudah barang tentu penafsiran itu dibutuhkan agar hukum Taurat dapat mengatur masyarakat sedemikian rupa sehingga menjamin terselenggaranya kehidupan yang adil dan sejahtera.

Namun demikian banyak tafsiran-tafsiran yang dibuat menguntungkan kelompok mereka sendiri dan membebani masyarakat.

Tafsiran-tafsiran inilah yang dikritik Yesus sehingga membuat adanya perseteruan antara mereka dengan Yesus.

Kenyamanan dan kemapanan mereka terusik maka dengan segala cara mereka berusaha menghilangan “si pengusik” itu.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes, disebutkan dengan jelas bahwa mereka merencanakan untuk membunuh Yesus.

“Karena perkataan itu, orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh Yesus, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri, dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here