Senin, 17 Juni 2024
1Raj 21:1-16;
Mzm 5:2-3.5-6.7;
Mat 5:38-42.
DI tengah hiruk pikuk kehidupan yang penuh kesibukan, perbedaan pendapat, dan ego yang terkadang mendominasi, kita sering dihadapkan pada pilihan untuk berkukuh pada pendirian atau mengalah demi kebaikan. Membalas perlakuan tidak baik yang menyakitkan atau memberi pengampunan.
Mengalah berati membiarkan atau mengikhlaskan orang lain merasakan dirinya lebih hebat atau lebih pintar daripada kita. Dengan mengalah tak ada yang kurang dari diri kita. Mengalah demi kebaikan juga bukan berati kalah. Mengalah berarti mampu menaklukkan diri sendiri.
Meski terkadang sulit, mengingat kuatnya ego dan gengsi, namun belajar mengalah juga berarti kita belajar untuk ikhlas dan rendah hati. Sikap mengalah menjadi solusi untuk meredam dan mengakhiri sebuah konflik. Memang sulit untuk mengalah, apa lagi kita harus mengalahkan ego sendiri.
“Banyak orang yang memilih untuk rela berkorban demi mendapatkan apa yang ia inginkan,” kata seorang ibu.
“Meskipun terkadang pengorbanan yang kita lakukan tak dihargai atau sia-sia belaka. Berapa kali saya merasa sangat kecewa karena pengorbanan saya tidak dihargai oleh suamiku. Hal tersebut tentunya menimbulkan kekecewaan mendalam dalam hatiku.
Kadang ingin membalas perlakuan yang menyakitkan itu, namun muncul pikiran apa gunanya jika aku bisa membalas? Apa untungnya bagiku? Hingga kadang saya hanya berusaha melupakan dan tidak mengingat lagi peristiwa yang telah terjadi. Membawa dalam doa dan memberi pengampunan.
Aku menyadari bahwa tujuan yang baik perlu diperjuangkan dengan sekuat tenaga, pikiran dan peraaan. Tidak mungkin mencapai tujuan tanpa pengorbanan. Mengalah dan mengampuni adalah jalan meningkatkan kualitas hidup kita,” papar ibu itu.
Dalam bacaan Injil kita dengar demikian, ”Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.”
Kita dipanggil untuk mengusahakan hak dan kepentingan pribadi kita dengan menggunakan cara yang lemah lembut. Ia tidak mengijinkan kita mencapai keinginan kita dengan cara yang curang. Allah itu kasih dan Ia tidak menerima ketidaktaatan. Roh-Nya melawan prinsip pembalasan dendam.
Orang yang lemah-lembut adalah orang yang kuat kalau ia menyerahkan diri kepada Allah, pembalas dendam itu justru yang lemah, karena ia membiarkan hatinya ditaklukkan oleh kebencian.
Ia yang membalas kejahatan dengan kejahatan adalah sama jahatnya dengan pelaku kejahatan itu, tetapi mereka yang membalas kelemahan dengan kasih adalah orang yang menang atas sikap mementingkan diri sendiri.
Perang dan pertengkaran tidak pernah membangun peradaban. Keduanya akan menghancurkan dan meracuni masyarakat, tetapi kasih, keyakinan, kelemah-lembutan, kesabaran dan ketekunan akan membuka pintu bagi pengharapan.
Bagaiamana dengan diriku?
Apakah aku ingin membalas kejahatan dengan kejahatan?