Ambisi Gendari, Sang Permaisuri

0
59 views
Ilustrasi: Kekuasaan dan kritik politik by Ist

Puncta 28.02.24
Rabu Prapaskah II
Matius 20: 17-28

TIDAK ada seorang ibu yang menginginkan anak-anaknya menderita. Begitu pula Dewi Gendari, ibu para Kurawa. Dia meminta kepada suaminya, Raja Destarastra untuk memberikan kedudukan raja kepada anaknya, Pangeran Jaka Pitana.

Gendari bekerjasama dengan adiknya, Suman atau Sengkuni agar niatnya ini bisa tercapai. Langkah pertama adalah membunuh Patih Gandamana, orang kepercayaan Pandu Dewanata, raja yang sah di Hastina.

Dengan licik Sengkuni merebut kedudukan patih. Dengan kata-kata manis Sengkuni dan Sang Permaisuri mendesak Destarastra untuk mengangkat putra raja, Pangeran Jaka Pitana menjadi raja di Hastina.

Langkah kedua adalah menyingkirkan anak-anak Pandu, pewaris Hastina yang sah. Dengan menggunakan permainan dadu, Sengkuni berhasil mengambil alih kerajaan Hastina dan Amarta menjadi milik Kurawa.

Selama 12 tahun (lebih dari dua periode) Pandawa dibuang di tengah hutan. Mereka hidup susah dan menderita di dalam pembuangan.

Yesus meramalkan penderitaan dan kematian-Nya di salib. Tetapi Ibu Zebedeus justru meminta kedudukan bagi anak-anaknya, Yakobus dan Yohanes.

Ibu itu mendesak Yesus, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini kelak boleh duduk di dalam kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu, dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”

Kekuasaan atau kedudukan bisa menjadi sebuah godaan. Tidak cuma laki-laki, perempuan juga bisa tergoda.

Hal itu dikatakan Yesus kepada murid-murid-Nya, “bahwa pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.”

Dari pengalaman sejarah dunia, tentang kekuasaan yang otoriter, penuh korupsi, kolusi dan nepotisme, Yesus mengajar para murid-Nya, “Tidaklah demikian di antara kamu! Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.”

Kekuasaan bukan untuk keluarga dan kepentingan pribadi, tetapi untuk kesejahteraan masyarakat. Yesus menunjukkan eksistensi-Nya yang datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan memberikan tebusan bagi semua orang.

Kalau kita terpilih menjadi pemimpin, hendaklah kita menjadi pemimpin yang melayani, bukan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan keluarga, tetapi demi keselamatan bangsa.

Jaka Pitana menjadi raja di Hastina.
Wakilnya Sengkuni pamannya sendiri.
Kalau kita dipercaya menjadi penguasa,
Jangan pengin dilayani tetapi harus mau melayani.

Cawas, melayani dengan hati
Rm. A. Joko Purwanto Pr

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here