Senin, 11 November 2024
Tit 1:1-9;
Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6;
Luk 17:1-6.
SETIAP orang pernah berbuat salah. Namun, belum tentu setiap orang mau menyesali kesalahannya.
Yesus dalam Injil hari ini meminta kita pertama-tama menegur saudara, sahabat, dan teman kita kalau ia berbuat salah. Kalau ia menyesal, kita berkewajiban mengampuni dia.
Mengampuni bukanlah perkara mudah, terlebih kalau kita sendiri yang terkena akibat kesalahan itu. Dalam kasus seperti itu, mengampuni menjadi perkara sangat sulit.
Mengampuni seolah-olah menjadi sesuatu yang mustahil. Rasa marah dan kecewa sering kali terasa lebih nyata daripada kasih atau pengampunan.
Namun, jika kita renungkan lebih dalam, mengampuni adalah sebuah anugerah, bukan hanya untuk orang yang telah menyakiti kita, tetapi juga untuk diri kita sendiri.
Kesadaran ini ditambah dengan keyakinan bahwa bantuan rahmat Tuhan akan memampukan kita melakukan pekerjaan Allah sendiri, yakni mengampuni.
“Saya sekarang tidak ada lagi rasa marah atau benci pada suamiku,” ujar seorang ibu.
“Sejak aku mengampuni dan melepaskan rasa marah padanya, hidupku lebih baik. Waktu membantuku menyembuhkan luka hati, apalagi jika melihat kehidupan suamiku yang harus menjalani hari-hari yang tidak mudah saat ini.
Pengampunan itu berkat dan anugerah dari Tuhan, hanya dengan kerendahan hati aku bisa menerima anugerah Tuhan yang sangat berharga dalam perkembangan hidup rohaniku,” ujarnya
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.”
Pengampunan bukan sekadar tindakan satu kali, melainkan sebuah sikap hati yang terus diperbarui, sebuah keputusan untuk merespons dengan kasih setiap kali ada permintaan maaf.
Mengampuni secara terus-menerus bukan berarti kita menutup mata terhadap kesalahan, tetapi memberi kesempatan pada diri kita untuk tidak tenggelam dalam kebencian.
Saat kita mau mengampuni, kita juga sedang membebaskan diri dari belenggu luka yang terus-menerus membebani hati kita.
Tuhan meminta kita untuk menempatkan pengampunan di atas dendam, bukan hanya demi orang yang bersalah, tetapi juga untuk kedamaian jiwa kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apalah aku mengampuni orang yang bersalah padaku?