Anak-Anak yang Murah Hati

0
195 views
Ilustrasi: Murah hati (ist)

Puncta 21.04.23
Jumat Paskah II
Yohanes 6:1-15

BEBERAPA waktu lalu beredar sebuah video viral. Anak-anak SMP di Tasikmalaya mengumpulkan uang untuk membantu salah satu temannya yang tidak punya sepatu.

Mereka dengan rela menyumbang. Mulai dari Rp 2.000 sampai Rp 50.000. Target mereka bisa mengumpulkan dana Rp.217.000 sesuai dengan harga sepatu yang ingin mereka hadiahkan kepada salah satu teman kelas yang sepatunya sudah jelek dan usang.

Sebagai bentuk transparansi dan pertanggunganjawab, sumbangan itu ditulis di sebuah kertas: “Rini 10.000, Regi 5.000, Rafi 5.000, Reza 2.000, Yandi 4.000, Bunda Rafi 50.000, Dika 5.000, Isan 5.000, Gisel 5.000, Adnan 3.000, Keisha 10.000, Astri 5.000, Dwi 9.000, Misyka 5.000,”

Anak-anak itu sudah memberi contoh bagaimana menghayati semangat kepedulian dan solidaritas untuk berbagi dengan temannya yang membutuhkan.

Kendati mereka miskin tetapi hati mereka kaya dan murah hati.

Berbeda dengan pejabat yang justru memperkaya diri sendiri dan keluarganya dengan korupsi dan tindakan pencucian uang.

Mereka menjarah uang rakyat demi gaya hidup mewah dan glamour. Orang seperti itu kaya secara materi tetapi hatinya miskin karena tidak peduli dengan sesamanya yang menderita.

Dalam kisah penggandaan lima roti dan dua ikan, terlihat dua kelompok yang berbeda, para murid dan seorang anak kecil.

Yesus mencobai para murid-Nya, “Di manakah kita akan membeli roti supaya mereka ini dapat makan?”

Para murid seperti layaknya para pejabat, angkat tangan dengan kondisi orang banyak yang kelelahan dan kelaparan.

Filipus berkata dengan pesimis, “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.”

Andreas melihat ada anak kecil membawa lima roti jelai dan dua ikan. Justru anak kecil inilah yang memberikan miliknya untuk orang banyak.

Anak kecil itu legawa apa yang menjadi miliknya dipakai Tuhan untuk memberi makan lima ribu orang. Ia tidak berpikir untuk diri sendiri.

Dalam diri para pejabat, juga pejabat gereja, kadang malah “owel” (tidak rela, sangat perhitungan) untuk berbagi.

Tetapi dalam diri orang-orang miskin, umat yang sederhana, mereka sangat murah hati.

Mukjizat terjadi karena ada anak kecil yang murah hati. Kalau kita tidak bisa membantu, jangan menghalang-halangi orang untuk berbuat baik.

Berilah jalan agar orang lain bisa berbuat baik. Itulah yang dilakukan Andreas terhadap anak kecil.

Ia tidak punya apa-apa. Tetapi ia memberi kesempatan orang lain berbuat baik. Yang sering terjadi kita tidak suka kalau ada orang lain berbuat baik, berpartisipasi, ikut ambil bagian dalam kegiatan.

Bahkan kadang kita merintangi dan mempersulit. Kalau kita tidak mampu, jangan menghalangi orang lain berbuat baik.

Kalau demikian, kita “ngregon-ngregoni” atau menghalangi Allah membuat mukjizat.

Hari lebaran berbelanja di pasar raya,
Membeli kordein rumah berbahan kain.
Jadilah orang miskin yang hatinya kaya,
Jangan jadi orang kaya tapi hatinya miskin.

Cawas, selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir batin….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here