Selasa, 30 Maret 2021
Bacaan I : Yesaya 49:1-6
Injil : Yohanes 13:21-33.36-38
ORANG terdekat kita adalah orang yang paling potensial untuk menghancurkan kita.
“Inilah yang kami alami, sejak suami saya meninggal dunia,” kata seorang ibu membagikan pergulatan batinnya kepada kami semua dalam rekoleksi menyambut Paskah.
“Anakku satu-satunya yang jadi tumpuan harapanku untuk membangun masa depan justru menghancurkan mimpi dan harapanku,” katanya.
“Dia terjebak dalam permainan judi, hingga segala kepunyaan kami habis. Bahkan dia hutang sana sini untuk kesenangannya itu,” kata ibu itu dengan sedih.
“Setiap kali saya dibuat terkejut dan malu. Bahkan panik, karena datang tagihan dari orang-orang yang tidak saya kenal sebelumnya,” katanya sedih.
“Saya stres dan bisa-bisa mendadak mati terkena serangan jantung, karena setiap detik, setiap waktu selalu was-was dan cemas, jika anak saya pergi,” katanya.
“Saya tidak tahu lagi, harus berbuat apa, supaya anakku kembali sadar dan bertobat,” katanya.
“Saya selalu berdoa dan berdoa tetapi tabiat dan perilaku anak saya tidak berubah bahkan semakin menjadi-jadi,” katanya.
“Hanya dalam salib Tuhan, saya bisa berserah dan menemukan kekuatan. Saya menemukan harapan bahwa dalam kematian Tuhan ada kehidupan baru. Semoga saya kuat dan bisa memikul salib kehidupan saya ini sampai puncak kehidupanku, sampai Golgota-ku,” katanya dengan pasrah.
Beban derita kehidupan ibu itu begitu berat dan menjadi salib kehidupan yang harus dia pikul. Setiap hari, setiap waktu.
Harapan dan impiannya dihancurluluhkan oleh anaknya sendiri. Namun, ia tetap bertahan dan berusaha menyelamatkan hidupnya bersama anaknya.
Dengan derai air mata yang jatuh setiap hari, dia berdoa mohon rahmat pertobatan bagi anaknya.
Semoga ada pelangi setelah hujan badai, semoga ada cahaya setelah kegelapan hidup yang harus dijalaninya.
Bagaimana menghidupkan api harapan ketika kita dikhianati dan mimpi-mimpi kita dihancurkan oleh orang terdekat kita?