Anak Mabuk Gadget

1
437 views
Ilustrasi - Anak-anak dengan gadget HP. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Sabtu, 6 November 2021.

Tema: Lakukan saja.

  • Rm. 16: 3-9, 16, 22-27.
  • Luk. 16: 9-15.

MANUSIA itu makhluk yang terbatas. Baik dari segi kemampuan, nalar, kekuatan fisik mau pun usia. Tidak semua dapat dilakukan sendiri. Ia butuh orang lain. Ia perlu kerjasama walau termasuk tipe single fighter.

Ia tercipta sebagai makhluk sosial. Justru dalam interaksi, komunikasi dan perjumpaan banyak ide-ide muncul, rancangan kebaikan dapat digagas bersama.

Hal tersebut dapat diawali, dibiasa-tumbuh-kembangkan dalam keluarga. Lihatlah. Ketika seorang anak lahir ia membawa orang berkumpul dan bergembira.

Sukacita dan kelegaan teralami. Ketika ia meninggal pun ditangisi oleh saudara-saudarinya. Mereka tidak mau kehilangan.

Kebersamaan menjadi sebuah nilai yang tak tergantikan.

Seorang berkisah bagaimana ia tumbuh secara otodidak sejak kecil. Orangtuanya sibuk bekerja; sedikit waktu menemani dan menyertai anak-anaknya.

Tidak ada kebersamaan. Jarang bersenda gurau. Jarang makan bersama. Semua serba sendiri.

“Saya tidak ingin pengalaman pahit itu terulang kembali. Tetapi luka-luka masa lalu itu sulit dihapus. Kadang tanpa sadar saya lakukan hal yang sama, Romo.”

“Tidak mudah. Tetapi saya mengalir saja,  seirama waktu dan mempercayakan segalanya kepada Tuhan. Satu hal yang saya hindari memukul anak.

Dan saya harus bekerja keras demi anak, demi masa depan mereka.  Saya sadar, semakin sibuk dengan pekerjaan, kedekatan dengan anak pun pudar. Kehangatan yang dulu ada berubah menjadi  kemandirian dan individualis.

Bahkan sehari bisa tanpa sapa

Bagaimana ya Romo melupakan masa lalu yang pahit?” keluhnya.

“Saya kira pengalaman masa lalu tidak adil kalau dinilai dari kesadaran moral dan perkembangan kesadaran saat ini. Setiap zaman punya tantangan dan masalah tersendiri,” kataku.

Kebutuhan dasar yang paling penting dan yang paling kecil, yakni kehangatan relasi. Itu terpupuk saat kesediaan untuk makan bersama, bergurau.

Tanpa rekreasi seperti itu, kiranya kehidupan keluarga akan mengarah pada individualistik.

Dan itu tidak cocok dengan budaya Timur kita

Apakah ada sesuatu yang memprihatinkan?

‘Kadang saya bingung harus berbuat apa lagi dan harus bagaimana bersikap,” keluhnya lagi.

“Soal apa?”

“Pendidikan anak-anak Romo,” jawabnya.

Di saat kecil, mereka begitu menyenangkan. Akur. Sangat akrab; menjadi anak yang dapat dibanggakan. Sebuah kedekatan yang melegakan. Kendati saya harus berjuang untuk mereka, mencari nafkah, tidak masalah. Saya dapat menemani anak-anak.

Itu membanggakan dan obat kepahitan batin.

Semakin mereka beranjak, ada satu gejala yang kadang saya tidak bisa mengatasi. Kegilaan main gadget.

Dinasihati, berkali-kali tetapi tidak digubris. Sampai mereka sakit demam, karena kurang tidur mereka pun tidak kapok.

Saya sudah berusaha menasehati bahkan mengatakan dengan lebih tegas, rasanya tidak begitu berarti

Saya sudah mencoba mengakomodasi apa yang mereka inginkan. Saya harap mereka tidak tertekan dan bergembira di dalam rumah.

Saya tidak membuat aturan. Lama-lama rasanya mereka ngelunjak dan tidak menghormati nasehat-nasehat saya.

Dimarahi beratis kali juga tidak ada serinya. Keluar masuk telinga tanpa mengendap.

Sadar sebentar, lalu mulai bertingkah lagi.

Memarahi itu bukan perkara yang enak, Mo. Saya memarahi buah hati saya sendiri. Kadang, ada penyesalan. Kenapa begitu keras dengan anaknya sendiri.

Tetapi kalau sejak kecil tidak tahu aturan dan tidak mau diatur, nantinya mau jadi apa Romo.

Itulah kekhawatiran saya,” jelasnya.

“Memukul sudah pernah, Romo. Akhir-akhir ini berani melawan. Sebagai orangtua harus lebih keras, tetapi mereka juga tidak mengerti

Segala cara sudah saya coba, Romo.  Tetapi rasanya sekarang belum begitu berhasil dan hubungan kami pun dingin.

Artinya saya tidak begitu memperhatikan mereka dan saya anggap mereka sudah bisa mengatur dirinya,” jelasnya.

“Di sinilah titik krusialnya,” kataku.

Lagi, tuntutan dan kesulitan ekonomi membuat banyak keluarga tidak akrab, minim kehangatan, berkomunikasi seperlunya, dan keluarga tidak menjadi tempat pendidikan yang baik dan istimewa.

Lakukan hal-hal kecil.

Yesus berkata, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil,  ia setia juga dalam perkara-perkara besar.” ay 10. Amin.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here