“Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru, dan dengan demikian, terpeliharalah kedua-duanya.” (Mat 9,17)
KENAPA anggur baru tidak dapat disimpan di dalam kantong kulit yang tua? Petani anggur memberikan penjelasan bahwa anggur yang baru biasanya mengalami proses fermentasi atau mengalami pemuaian. Sedangkan kantong kulit yang tua biasanya sudah tidak elastis lagi. Kantong kulit yang tua tentu akan sobek dan hancur, karena tidak mampu menampung anggur baru, yang mengalami proses fermentasi. Akibatnya, anggur baru itu pun akan terbuang dengan sia-sia.
Perumpamaan ini bisa menjadi bahan refleksi tentang hal-hal yang baru dan lama atau hal-hal yang muda dan tua. Dua hal ini sering tidak mudah disatukan atau diintegrasikan, sehingga sering menimbulkan kesulitan atau permasalahan serius.
Tim liturgi sebuah paroki suatu saat mengalami kebingungan, ketika Pastor Paroki yang baru mengubah kebiasaan yang selama ini sudah berjalan baik. Prodiakon tidak diperbolehkan mengambil sibori dari tabernakel, seperti yang selama ini mereka lakukan. Mereka menjadi kebingungan, ketika mau kirim komuni kepada orang sakit. Mereka tidak bisa mengambil hosti dari tabernakel, sementara para romo tidak ada di pastoran. Akhirnya pelayanan kepada orang sakit pun menjadi terganggu. Masih ada beberapa hal baru lagi yang dirubah berkaitan dengan tata upacara liturgi. Perubahan yang membuat banyak orang bingung dan mengalami ketidakpastian, “Tata cara mana sebetulnya yang benar? Dengan adanya hal-hal yang baru, apakah praktek lama yang selama ini dilakukan salah total?”
Anggur baru dan kantong tua tentu tidak hanya terbatas pada praktek-praktek liturgi yang baru dan yang lama, tetapi juga bisa terjadi dalam bidang lainnya. Apa yang diajarkan Sang Guru kepada para murid tentang Kerajaan Allah juga merupakan anggur baru; namun ajaran yang baru itu juga tidak dapat ditampung ke dalam kantong anggur tua, yakni berbagai macam pola atau praktek hidup, aturan dan ketentuan serta adat istiadat bangsa Yahudi saat itu. Para ahli Taurat, orang Farisi dan pemuka bangsa lainnya, sebagai kantong anggur tua, tidak bisa mengerti dan memahami apa yang diajarkan dan dilakukan Sang Guru. Akibatnya, mereka marah dan menyingkirkan-Nya; menangkap, mengadili dan menggantung-Nya di kayu salib.
Iman Katolik atau kristianitas adalah sesuatu yang baru, yang harus diwadahi dalam kantong yang baru. Iman Katolik tidak bisa disatukan dengan praktek atau pola hidup lama, yang lebih dikuasai kedagingan. Maka pada saat dibaptis, para katekumen diajak mengucapkan janji baptis; janji untuk meninggalkan kantong anggur lama (seperti kebiasaan berjudi, percaya tahyul, dsb) dan menyediakan diri sebagai kantong anggur baru, agar siap menjadi tempat penyimpanan anggur baru, yakni iman Katolik yang akan mengalami fermentasi (proses pertumbuhan dan perkembangan) dalam dirinya.
Dalam peristiwa atau pengalaman apa, perumpamaan tentang anggur baru dan kantong anggur tua tersebut, terjadi pada diriku? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)