MENGAPA setiap manusia dianugerahi hati dan mulut? Apa hubungan antara keduanya? Bagaimanakah seharusnya orang memanfaatkan dua pemberian itu?
Merenungkan bacaan Kitab Putera Sirakh 27: 4-7 dan Injil Lukas 6: 39-45, orang akan menemukan sebagian jawabannya. Yang dikatakan di sana masih amat relevan untuk hidup saat ini.
“Kalau ayakan digoyang-goyangkan maka sampahlah yang tinggal, demikian pun keburukan manusia tinggal dalam bicarany.a” (Sir 27:4).
Bicaranya seseorang itu seperti ayakan yang menyaring isi hatinya.
“Perapian menguji periuk belanga penjunan, dan ujian manusia terletak dalam bicaranya.” (Sir 27: 5). Kata-kata yang keluar dari mulut seseorang menjadi ukuran untuk menilai kepribadiannya.
Seperti pohon dinilai atau dikenal dari buahnya (Luk 6: 44), demikian pula ucapan manusia menunjukkan hatinya. Buah itu memang keluar dari pohon.
Maka, pohon yang baik menghasilkan buah yang baik; sedang pohon yang tidak baik mengeluarkan buah yang tidak baik (Luk 6: 43).
Demikian pula hati yang baik mengalirkan kata-kata yang baik.
Siapakah yang sungguh memahami dan mencermati hal ini? Bukankah banyak yang mengeluarkan kata-kata buruk, negatif-provokatif, fitnah dan adu domba, tetapi sekaligus minta dihargai dan didengarkan?
Sabda Tuhan hari ini amat jelas, “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya meluap dari hatinya.” (Luk 6: 45).
Siapakah aku ini?
Betapa penting memelihara hati yang suci murni. Mengapa?
Karena berdasarkan kata-kata yang keluar dari hatinya seseorang akan dibenarkan atau dihukum (Mat 12:37).
Minggu, 27 Februari 2022