NAMANYA Air Upas yang berarti air berbisa. Mendengar namanya disebut saja sudah menarik, apalagi kali ini penulis berkesempatan bisa mengunjungi kawasan pedalaman di wilayah pastoral Keuskupan Ketapang ini.
Butuh waktu tempuh selama 7-8 jam perjalanan darat dengan mobil four-wheel drive untuk bisa mencapai lokasi ini. Dan itu pun masih dengan catatan: jalanan banyak yang rusak masuk kategori off road.
Penulis ikut dalam rombongan mandiri bersama Romo Bangun Nugroho Pr. Kami terdiri dari editor dan kameramen dari AsiaNews, Sesawi.Net dan Words2Share. Setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan, kami akhirnya sampai di Air Upas kurang lebih pukul 20.30 WIB.
Berkali-kali terhenti
Kami meninggalkan lokasi Biara Induk OSA di pusat kota Ketapang pukul 14.15-an WIB. Perjalanan awalnya berlangsung sangat lancar. Namun, kami kemudian harus rela terhenti kurang lebih 30 menit di sebuah titik lokasi sebelum Kendawangan. Ini terjadi, ketika sebuah truk bermuatan penuh mengalami hambatan persis di tengah jembatan usai kawasan itu mengalami hujan lebat sehingga kontur tanah di situ menjadi sangat becek dan lumpur padat telah menjadi bubur lumpur sangat pekat.
Macet juga terjadi di beberapa titik. Bahkan, di tengah perkebunan luas kelapa sawit milik PT Cargil, perjalanan kami terhenti dan bisa melanjutkan perjalanan. Itu terjadi karena badan jalan sudah terlanjur ‘habis’ usai tergerus aliran sungai dadakan karena efek hujan deras yang telah mengguyur kawasan itu sehari sebelumnya.
Usai melakukan putaran mengitari beberapa titik jalan alternatif di kawasan perkebunan yang luas dan nyaris tidak bertemu manusia ini, kami akhirnya tiba di akses masuk jalan nan luar –tempat truk-truk jumbo bermuatan material bauksit melintasi Jalan Bauksit di kawasan Holing –begitu orang lokal biasa menyebutnya.
Makanan hangat sudah menanti
Sampai di Air Upas, makanan hangat sudah menanti kami. Makan malam di tengah suasana lapar tentu menjadi menu enak di malam hari yang dibuat lebih sejuk setelah sepanjang hari diguyur hujan.
Di dalam gereja, terlihat Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi, Vikjen Romo Sutadi bersama Diakon Bonefasius Mite dan para misdinar tengah melakukan gladi resik untuk prosesi Misa Tahbisan Imamat yang akan berlangsung pada hari Jumat tanggal 29 Juni 2018.
Suasana semangat terpancar di sana. Meski hari sudah mulai larut malam, namun puluhan umat tampak hilir mudik “menyerbu” pastoran dan gereja untuk bersama-sama menyiapkan perhelatan iman mulai hari Jumat siang ini.
Acara ritual dengan dua macam adat kultural akan mengawali prosesi Misa Tahbisan Imamat ini. Pukul 08.00 dan mengambil tempat di sebuah titik di perempatan jalan, berlangsunglah prosesi tarian adat Bajawa, Flores, NTT. Lalu berlanjut dengan tarian adat Dayak di depan pintu gerbang utama menuju kompleks Gereja MRDP Paroki Air Upas.
Barulah kemudian, sesuai rencana, misa Tahbisan Imamat akan mula tepat pukul 10.00 WIB. (Berlanjut)