“SAYA kontak Romo Catur, romo paroki, hari Jumat, dua pekan lalu. Cerita, kalau Pak Kardi sakit dan akan menjalani tindakan medis segera. Setelah dokter memastikan kalau semua syarat terpenuhi,” tutur Bu Kardi di hari Minggu Adven I.
Setelah menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit, tindakan operasi dilakukan. Tetiba, keluarga dipanggil, “Keluarga Martinus Sukardi segera ke ruang operasi.”
Kepanikan menyeruak di antara keluarga, isteri, anak-anak, menantu. “Kamu saja yang ke ruang operasi. Dampingi bapak,” kata ibu pada menantu yang berprofesi sebagai dokter.
Semua personalia di ruang operasi panik. Tetiba jantung bapak yang berusia 73 tahun berhenti. Layar monitor yang biasanya bergerak dalam grafik naik-turun berubah menjadi garis datar.
Bergantian tiap lima menit petugas kamar operasi menekan dada pasien. Lima puluh tekanan ritmis dalam lima menit.
Wajah-wajah pucat dan lelah menghiasi tiap dokter dan perawat. Tertunduk lesu dan takut.
Lima menit pertama berlalu. Layar monitor menunjukkan garis datar. Menit keenam pun sama. Ke tujuh tidak ada beda. Makin pucat, makin lesu dan doa makin kuat di luar ruang.
Melewati menit ke sepuluh dan Sang Chronos, waktu, makin cepat berlari, makin mecekam. Tak ada kata keluar dari mulut. Hanya ada lambaian tangan untuk bergantian menekan dada pasien.
Tetiba, di menit ke lima belas, monitor menunjukkan gerak lonjakan kecil. “Hah..” Lega.
“Ini mukjizat. Bapak dipun paringi gesang malih.”
Ibu menutup kisah sesaat sebelum mengakhiri pelayanan pengiriman komuni di Minggu pagi itu.
12.12.2024. bm-1982. ac eko wahyono
ad multos untuk satu awam dan dua imam.
Dominus nobiscum