Rekan-rekan,
Pembaca bisa jadi heran kok orang dari Perjanjian Lama ikut-ikutan mengisi milis Internos-nya para Romo Yesuit abad-21 ini.
Jangan dikira kami dari dunia lama terkurung dalam waktu lampau dan terpisah di tempat yang jauh.
Kalian kan punya naskah dari zaman kami yang bahkan terbaca dalam bahasa kalian. Dan kalau terampil, kalian tentu bisa berinteraksi dengan kami lewat jalur-jalur yang bisa kita bangun bersama.
Kalian toh juga ada ekseget yang bisa memendekkan jarak dari situ ke sini kan?
Malah saya diminta oleh Gus agar menerangkan sendiri episode “Imanuel” dalam Yes 7:1-14. Katanya dia hanya akan menerangkan Mat 1:18-24 yang menggemakan episode itu.
Begini duduk perkaranya. Waktu itu, abad 8 seb. Masehi, saya tinggal di Yerusalem, jadi penasihat raja untuk urusan kehidupan politik dan agama.
Tak usah heran, saya teolog, tapi juga paham masalah-masalah hubungan internasional. Dan justru spesialisasi saya justru berteologi mengenai hubungan internasional.
Apa ada teolog zaman kalian yang juga berminat ke situ? Dengar-dengar kalian sedang membincang-bincangkan teologi.
Eh, dengar-dengar belakangan ini beberapa Romo Yesuit kalian gemar berteologi mengenai agama-agama, khususnya agama kalian di hadapan agama orang lain ya? Apa tidak juga suka melancarkan teologi mengenai masyarakat luas, mengenai, eh, global warming, atau mengenai suasana geopolitik.
Perkara-perkara itu kan keprihatinan semua orang, bukan kelompok kalian sendiri. Dulu di Yerusalem saya bicara mengenai perkara yang relevan bagi semua, bukan kelompok kami saja.
Begitu maka bisa jadi bahan pembicaraan rasional dengan pihak-pihak lain.
Ada beberapa orang seperti saya di kalangan istana di Yerusalem. Kami mencoba mendampingi para pemimpin negara dengan pemikiran teologis kami. Waktu itu sedang ada krisis. Terasa ancaman kekuatan militer Asiria dari utara. Kerajaan utara – ibukotanya Samaria – sudah menjadi wilayah pengaruh adikuasa mereka, dengan maksud menyetop pengaruh negara kuat lain, yakni Mesir.
Karena itulah penguasa negeri utara, waktu itu raja Pekah (737-732) bersekutu dengan penguasa bangsa Aram di Damaskus, namanya Rezin.
Mereka berdua bermaksud mengajak raja di Yehuda di Yerusalem, waktu itu Yotam (742-735) dan anaknya Ahaz (735-715) untuk ikut serta. Tapi kerajaan kami di selatan tidak mau.
Hal ini membuat Pekah dan Rezin membuat rencana menyerang Yerusalem ketika Ahaz baru setahun jadi raja. Bila berhasil, mereka akan menurunkan Ahaz dan menggatikannya dengan si Tabeel yang bersimpati pada orang Aram.
Kekuatan gabungan Pekah dan Rezin itu besar dan membuat keder Ahaz. Ini semua ada dalam Yes 7:1-9 yang mendahului petikan yang kalian dengarkan kali ini.
Nah dalam keadaan gawat seperti ini, Ahaz jadi keruh pikirannya, ciut hatinya. Ia tubruk sana tabrak sini. Saya mencoba menenangkannya dan mengajaknya memeriksa alternatif-alternatif sambil berpikir ke depan dan memilih tindakan yang paling bagus. Kita musti tenang khususya dalam saat-saat gawat.
Ahaz ada maksud mengirim utusan minta balabantuan dari raja Asiria yang sudah mengancam kerajaan utara dan Aram. Alternatif ini memang akan menyelamatkan Yerusalem dari kepungan dua musuh dekat itu.
Tapi akibatnya mesti dibayar mahal. Ini berarti mendekatkan pasukan Asiria di gerbang Yerusalem dan dengan cepat nanti mereka akan menelan kami.
Ini tidak bijaksana.
Pendapat saya lain. Pasti Asiria tak tinggal diam melihat persekutuan Pekah dan Rezin. Cepat atau lambat pasukan Asiria akan menumpas mereka. Asiria juga tak suka melihat mereka nanti dapat sekutu baru bila mereka menguasai Yerusalem seperti dikawatirkan Ahaz.
Maka saya nasihati dia supaya tenang-tenang saja. Malah saya minta Ahaz agar ingat kepada Yang Mahakuasa yang bakal menyelamatkan kota suci-Nya ini.
Ahaz itu raja yang lemah, kurang berwawasan luas dan membiarkan diri dihantui waswas. Ia mestinya belajar dari sejarah dan lebih mendengarkan kami para penasihatnya. Ia sebetulnya tahu bahwa Tuhan akan membela Yerusalem dengan cara-Nya sendiri. Yang perlu ialah membuat strategi atas dasar keyakinan ini.
Itu keyakinan orang banyak. Dan bila Ahaz memanfaatkannya, ia pasti akan mendapat dukungan rakyat. Tapi sayang ia ragu-ragu. Ia sudah kehabisan akal. Ia berpikir untuk apa pakai alasan teologis untuk urusan militer dan politik.
Benar begitu. Tapi ia kan pemimpin. Tak boleh ia memperlihatkan kelemahan. Ia mestinya membangkitkan semangat orang banyak.
Inilah yang kucoba agar disadarinya.
Kusampaikan kepadanya, kalau ia tak mau “meminta pertanda” dari Tuhan – ini ungkapan yang berarti mengajak rakyat melihat bahwa Tuhan tetap ada di pihak kita, maka Ia sendirilah yang akan memberikan pertanda – Ia sendiri akan membuat rakyat dan orang banyak tahu bahwa Tuhan tetap ada di pihak kita.
Amat saya upayakan agar Ahaz mengerti. Pemimpin mesti berpolitik juga dengan kepercayaan, dengan bijaksana, demi ketenangan umum dan inilah kekuatannya.
Ini juga kekuatan moral Yerusalem. Tetapi ah, Ahaz, ia tak berhati baja dan tidak encer pemikirannya.
Ia mau bersembunyi di balik sikap seakan-akan tak mau menguji kesetiaan Tuhan.
Huh, Ahaz tak punya nyali kepemimpinan. Munafik suci-sucian. Orang yang begitu itu biasanya malah bikin kesalahan lebih besar. Lihat, ia malah nekat minta mengirim utusan minta bantuan raja Asiria.
Inilah latar yang membuatku menyampaikan nubuat yang kemudian kalian kenal juga: “Sesungguhnya seorang perempuan muda akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan dia Immanuel…” (Yes 7:14).
Tentunya tidak langsung jelas siapa anak yang sedang yang dibicarakan. Juga rada gelap kan siapa itu perempuan muda tadi.
Baiklah saya beri gambaran lebih luas.
Begini, dalam segala urusan ini hendaknya kalian jangan terpancang pada keinginan menemukan “rujukannya”. Tak usah menghabiskan tenaga mencari-cari siapa yang dimaksud.
Ini kan bahasa nubuat kami para nabi zaman dulu. Dan nubuat memakai bahasa “sejarah”, seakan-akan bicara tentang peristiwa yang bakal terjadi, tetapi maksud sesungguhnya ialah menguatkan hati orang dan menumbuhkan harapan.
Nubuat itu kusampaikan karena diberikan oleh Yang Maha Kuasa sendiri. Ada wibawanya. Orang sebaiknya menerimanya dengan tulus ikhlas. Baru begitu bisa lega dan berpikir jernih.
Ahaz tidak begitu. Sayang.
Ia sebenarnya tidak bisa mempercayai kekuatan yang ada di kalangan rakyat Yerusalem dan Yehuda sendiri, yakni kepercayaan mereka akan lindungan Tuhan! Inilah yang sebenarnya dimaksud dalam urusan ini.
Bagi kami, Yang Maha Kuasa ialah Tuhan kita yang menghidupi umat, melindungi rakyat, serta tidak melupakan orang-orang yang menyembah-Nya. Maka mempercayai Dia ialah menaruh kepercayaan pada umat-Nya, pada kekuatan yang ada di dalamnya.
Tapi Ahaz, ah ia malah menyandarkan diri pada tentara Asiria. Ia buta akan potensi di kalangan umat, ia tuli akan Dia yang ada bersama umat-Nya.
Ungkapan “mengandung dan akan melahirkan” itu ialah cara mengatakan kekuatan yang akan jadi nyata. Imanuel yang dikandung dan akan lahir itu ialah kekuatan yang sungguh ada di dalam umat.
Kalian tentu bisa mengerti. Dan “perempuan muda”, ah, ini cara untuk mengatakan siapa saja yang bisa membiarkan kekuatan dari atas tadi menjadi kenyataan di bumi.
Kata Ibrani yang kupakai, ‘almah, artinya anak dara yang secara fisik sudah bisa nikah dan mengandung.
Kata itu kupakai untuk menyebut siapa saja yang mulai bisa mengandung dan melahirkan.
Separo dari kemanusiaan begitu kan?
Ini sumber kekuatan yang nyata-nyata ada. Dan yang bakal lahir dari padanya akan dinamakan, Ibrani-nya, Immanuel, artinya El, yakni Allah, bersama kita, ‘imma-nu.
Kekuatan ilahi yang bisa mengujud dalam kemanusiaan itu akan menyertai kita. Ini pernyataan kepercayaan yang amat dasar.
Apa saya nanti yang kalian sebut tentang Dia tak akan berarti bila tidak didasarkan pada kepercayaan bahwa Ia ada menyertai kita-kita manusia.
Begitu kan?
Barusan Gus cerita ke sini. Bahwa di kalangan kalian, ada penerapan turun temurun oleh seorang teolog Perjanjian Baru. Namanya Matt.
Bahwa perempuan muda yang dimaksud ialah seorang perawan di Nazaret yang akan melahirkan kenyataan “Allah ada menyertai kita” itu dalam ujud tokoh Yesus yang kalian ikuti dan percayai sebagai Kristus itu.
Senang mendengar penerapan seperti ini.
Nubuat yang disampaikan ke Ahaz itu memang mesti diterapkan dalam kehidupan. Yang penting kalian orang percaya bisa menemukan kesungguhan apa itu “Allah menyertai kita”.
Tanpa itu, seperti saya katakan tadi, pernyataan-pernyataan kepercayaan tak ada kekuatannya. Dan kekuatan yang dimaksud ialah berharap.
Salam dari
Kenalan lama