Puncta 25.06.22
PW. Hati Tak Bernoda St. Perawan Maria
Lukas 2: 41-51
DALAM acara kumpul keluarga, kami mengadakan Ekaristi bersama. Mumpung hari libur sekolah, kami bisa berkumpul bersama.
Ekaristi ini sekaligus untuk mengenang Bapak dan Ibu yang sudah dipanggil Tuhan dua tahun yang lalu.
Adik-adik dan ponakan bisa berkumpul di rumah. Romo “Gatot” Joko Susanto yang bertugas di Palembang ambil cuti.
Dia singgahi adik yang di Lampung, Tutik dan keluarganya. Mereka bersama-sama “pulkam” ke Klaten.
Acara dimulai dengan ziarah ke Taman Doa Maria de Fatima di Ngrawoh. Ini adalah keinginan Bapak yang belum terpenuhi.
Kini kami berziarah bersama dan untuk memenuhi harapan bapak ibu. Bagi kami ini adalah peristiwa rohani dan sangat emosional.
Dalam Ekaristi, kami putra-putri saling berbagi pengalaman bagaimana kasih Bapak dan Ibu menguatkan kami semua.
Saya bagikan syering dari Pius “Wawan” Joko Pranoto, adik saya.
Suatu kali, Wawan bertanya kepada Bapak, “Apakah Bapak pernah bertengkar dengan Ibu?”
Karena menurut Wawan, dia tidak pernah melihat bapak ibu “padu” atau bertengkar.
Namun Bapak justru balik bertanya, “Apakah kamu sedang bertengkar di rumah?”
Wawan menjawab, “Mboten.” Artinya tidak.
Lalu Wawan menyimpan apa nasihat Bapak. “Jangan pernah terjadi, apa yang jadi rahasia dapur keluarga sampai diketahui orang lain.
Jangan sampai seluk-beluk persoalan keluarga disebar-sebarkan kepada tetangga.”
Kami bersyukur bisa tumbuh dalam keluarga yang rukun, damai, bersatu dan saling “ngemong” atau memelihara satu sama lain.
Hari ini, Gereja merayakan Pesta Hati Tak Bernoda St. Perawan Maria. Kemarin kita rayakan Hati Yesus yang Mahakudus.
Hati seorang Ibu tak bisa dipisahkan dari anaknya. Hati Ibu selalu dan selalu sayang pada anaknya.
Demikianlah Maria sebagai seorang ibu tak pernah lepas perhatiannya kepada Yesus.
Ketika Yesus tertinggal di Bait Suci, Maria dan Yusuf sangat cemas mencarinya.
Sempat terjadi “perselisihan paham” antara Maria dan Yesus.
“Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.”
Yesus justru balik bertanya, seolah mempersalahkan mereka.
“Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?”
Namun Maria, ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
Ya, Maria menyimpan rahasia itu di dalam hatinya. Ia tidak menyebarkan persoalan keluarga kepada orang lain. Ia menyimpan dengan rapat di dalam sanubarinya.
Menyimpan dalam hati menunjukkan tingkat kematangan rohani.
Hidup batin yang sudah mengendap, damai dengan diri sendiri, layaknya permukaan air danau yang tenang.
Ia mampu menyimpan segala jenis air, baik yang “buthek” kotor, maupun yang bersih sehingga mengendap jadi bening dan tenang.
Buktinya, Yesus kemudian pulang bersama mereka dan taat hidup dalam asuhan mereka.
Yesus berada dalam asuhan hati Maria yang damai, tenang, jernih, bening tanpa noda sedikit pun.
Mari kita berlindung dalam pemeliharaan hati Maria yang tak bernoda, karena dia juga ibu kita semua.
Bunda Maria, lindungilah kami anakmu.
Bunga mawar merah warnanya,
Ditabur di atas pusara cinta.
Kasih ibu tiada bandingnya,
Mengasihi tanpa ada pamrihnya.
Cawas, syukur atas