Bacaan 1: Bil. 12:1-13
Injil: Mat. 15:1-2. 10-14
Beberapa hari ini berita yang sering menghiasi ruang utama media adalah kasus penghinaan seorang yang mengaku akademisi namun mulutnya sangat kotor. Tidak tanggung-tanggung, yang dihina adalah seorang Presiden Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang sangat santun dalam hal bertutur kata. Banyak kata-kata kasar yang diperhalus, namun ironis orang yang mengaku akademisi tersebut malah justru memperburuk budaya kesantunan tadi.
Presiden membiarkan dan tidak peduli dengan hinaan tersebut, masyarakatlah yang marah.
Nabi Musa disinggung, dihina oleh saudaranya sendiri Miryam dan Harun, karena mengambil istri orang Kush (bukan Yahudi). Sepertinya, maksud Miryam baik adanya (menjaga kemurnian Yahudi). Namun jika dicermati sikapnya itu tak lebih hanyalah persoalan irihati karena Musa dipilih Tuhan sebagai nabi dan pemimpin.
Allah sendiri tidak menghukum Musa karena perkawinan itu.
Apakah karena Musa adalah “orang pilihan Allah” atau karena ia adalah seorang yang lembut hatinya (Bil 12:3-8), Kitab Suci tidak menyebutkannya secara jelas.
Satu hal yang bisa dibaca adalah Musa tidak peduli oleh hinaan atau perkataan saudarinya itu. Justru Allah sendirilah yang langsung melibatkan diri, membela Musa dan memberikan hukuman pada Miryam sakit kusta tetapi Harun tidak.
Miryam dianggap paling bertanggungjawab, dialah yang menghasut Harun.
Tuhan Yesus juga bereaksi membiarkan sindiran orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terhadap para murid-Nya yang makan tanpa mencuci tangan.
“Biarkanlah mereka itu.
Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lubang.”
Pengajaran Yesus mungkin ingin mengatakan, mereka adalah orang religius seharusnya paham Sabda Allah namun lebih mementingkan adat Yahudi ketimbang Sabda-Nya.
Pesan hari ini
Apa reaksimu saat dihina, dinilai dan dikatai buruk oleh orang lain?
Mari belajar memiliki kelemahlembutan sebab mata Tuhan tertuju pada orang-orang yang lembut hatinya. Tuhan sendirilah yang akan menjaga hidupmu.
“Merendahlah serendah-rendahnya sampai orang tak bisa merendahkanmu.”