SEJAK mulai remaja sampai sekarang, saya sudah mengalami beberapa kejadian yang mungkin merupakan peristiwa perjumpaan dengan makhluk halus, walaupun ada juga yang jelas-jelas hanya ilusi.
Pertama, kira-kira tahun 1964 di Gereja Paroki Kumetiran Jogjakarta saat mulai membangun gedung gereja baru yang luasnya kira-kira enam kali lipat dari gereja yang lama. Letaknya di sebelah utara dari halaman yang sama agak ke barat dari gereja yang lama, membujur dari Timur (altar) ke Barat (pintu utama), sedangkan gereja yang lama membujur dari Utara ke Selatan.
Gereja lama dijadikan semacam aula atau balai pertemuan, dimana bekas altar ditinggikan untuk dijadikan panggung pementasan.
Karena tempatnya tidak luas, di dalam bekas gereja lama hanya dipasang empat lampu neon dengan kapasitas 40 watt. Satu lampu ditempatkan di atas panggung, satu tepat di bawah panggung, satu lagi di tengah ruangan, dan yang ke empat ditempatkan paling belakang.
Neon byar-pet
Suatu sore sekitar jam.19.00 saya bersama dengan beberapa teman anggota Pemuda Katolik (setingkat SMP – SMA) yang sekaligus juga sebagai anggota koor paroki (yang hanya tampil untuk pementasan ke luar paroki karena kurang mampu menyanyikan lagu-lagu Latin-Gregorian) berkumpul di gereja sekedar untuk ngobrol atau rame-rame menyelesaikan tugas organisasi.
Saya sendiri mendapat tugas untuk ngetik surat pemberitahuan jadwal latihan koor menjelang lomba koor se Kotamadya Yogyakarta.
Bangunan gereja baru sudah efektif dipakai untuk ibadat sehingga tempat yang longgar untuk ngobrol hanya di selasar gereja. Tapi karena lampunya kurang terang maka saya (sendirian) ngetik di aula (bekas gereja lama).
Saat itu ruangan aula masih kosong-melompong, maka saya ambil satu meja dan kursi yang ada di luar aula, saya taruh tepat di bawah lampu di bawah panggung yang kebetulan hanya satu lampu itu saja yang sedang menyala.
Katika sedang asyik-asyiknya ngetik tiba-tiba lampu di atas saya pelan-pelan mulai meredup dan bersamaan dengan itu lampu yang terletak di tengah juga pelan-pelan mulai menyala, tidak sekaligus terang tetapi dimulai dari redup, bersinar perlahan-lahan sampai menyala terang, dan lampu di atas saya mbleret secara perlahan sampai akhirnya mati.
Dalam hati saya ngedumel terhadap teman-teman di luar: ‘”Juangkrik cah-cah iki, wong lagi ngetik kok diganggu”.
Selesai ngetik saya samperin teman-teman yang berada di selasar gereja, saya ngomel: “Gimana sih, wong lagi ngetik kok nyala lampunya dipindah-pindah?”
Salah satu dari mereka menjawab: “Apaan, kita dari tadi ada disini, nggak kemana-mana! Jangan-jangan kosternya tuh”. Tetapi ternyata kosternya sedang ke luar kompleks gereja.
Jangan-jangan ada makhluk halus yang pingin bercanda. Kan kalau lampu neon mati prosesnya tidak secara pelan-pelan meredup baru mati tetapi langsung pet mati, sedangkan kalau mulai menyala tidak melalui redup dan secara bertahap menjadi terang, tetapi berkejap-kejap dulu baru byar terang.
Kalau yang melakukan redup-nyala lampu tadi adalah makhluk halus mengapa tidak merasakan adanya sesuatu yang ganjil dalam diri saya, misalnya bulu tengkuk berdiri atau merinding atau hal-hal lain sejenisnya, atau apakah karena tempatnya bekas gereja maka makhluk halusnya lebih sopan ketika mengganggu?
Pasti makhluk halusnya sewot, wong diganggu kok tidak ngeh, bahkan setelah mengira bahwa itu makhluk halus – tetap tidak takut. Nah lho. (Bersambung)
Photo credit: Ist
Artikel terkait: