• Bacaan 1: 1Kor 4:1-5
• Injil: Luk 5:33-39
“Apalah awak ini, yekan?” Sebuah kalimat yang sering kudengar di tempat kost saat masih kuliah di Yogya. Maklum di rumah kost itu dominan anak-anak Medan. Sebuah kalimat yang bisa berarti kepasrahan atau menunjukkan kerendahan hati.
Artinya adalah apa sih awak (saya) ini, yekan (ya kan)?
Ingin menunjukkan bahwa saya bukan siapa-siapa, masih ada yang lebih hebat, lebih pantas dari saya. Tidak ingin menyombongkan diri.
Jemaat di Korintus “telah diangkat” martabatnya oleh Tuhan Yesus Kristus sejak mereka dibaptis menjadi Kristen. Mereka menjadi kaya dalam segala hal, baik perkataan maupun pengetahuan serta karunia Roh.
Atas hal itu, mereka jatuh dalam kesombongan dan merasa paling berhikmat lalu merendahkan Rasul Paulus yang memang tidak pandai berkata-kata dan miskin. Mereka mulai membanding-bandingkan Paulus dengan guru-guru iman lainnya yang lebih kaya secara sosial, lebih ganteng dan pandai berkata-kata.
Mereka telah menghakimi Rasul Paulus.
Padahal Paulus adalah rasul yang dipilih langsung oleh Allah dan kepadanya dipercayakan injil untuk diwartakan. Maka ia menegur jemaat:
“Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah.”
Jemaat Korintus ditegur agar tetap rendah hati.
Demikian juga orang-orang Farisi yang mengkritik Yesus karena membiarkan para murid-Nya tidak berpuasa. Secara tradisi, orang-orang Yahudi terutama dari golongan Farisi berpuasa dua kali seminggu, yaitu Senin dan Kamis. Mereka bangga dan sombong dengan ketaatan tradisi itu.
Tapi mereka juga lupa ada tradisi, bahwa berpuasa saat berjumpa mempelai pengantin (pesta nikah) merupakan suatu penghinaan kepada mempelai atau pemilik pesta.
Padahal esensi dari berpuasa adalah menunjuk pada kerendahan hati dan sebuah ibadah yang menegaskan bahwa kita bukan siapa-siapa dihadapan-Nya.
Maka Tuhan Yesus menjawab kritikan mereka:
“Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka?
Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
Mereka sombong bisa taat puasa namun tidak paham apa esensi dan waktunya kapan berpuasa.
Pesan hari ini
Panggilan menjadi Katolik adalah panggilan kerendahan hati dan bukan untuk gagah-gagahan, pencitraan serta menghakimi pihak lain seperti yang terjadi dalam jemaat di Korintus.
“Rendah hati bukan berarti rendah kualitas, tetapi menghargai nilai dari setiap hal.”