Apatis, tak Punya Greget

0
1,032 views
Saat Manusia tak peduli Dengan Sekitarnya, Ia Jadi Terasing.

Jumat, 10 November 2021

Yes. 48:17-19. Mzm.1:1-2.3.4.5.6.
Mat. 11:16-19

PERILAKU individualis sering menjangkiti hati kita. Kadang, kita memandang orang lain dengan sudut pandang diri kita sendiri.

Kita tidak memposisikan diri kita dari sudut pandang orang lain. Yang ada hanyalah aku dan aku. Maka secara tidak langsung kita sedang menabur sikap apatis.

Sikap di mana acuh tak acuh, tidak peduli, tidak peka menguasai pikiran dan hati kita.

Secara tidak sadar sebenarnya kita masih ‘sibuk’ mengurusi diri sendiri.

“Sangat sulit mencari orang yang mau menjadi panitia Natal di gereja kami,” kata seorang bapak.

“Semua orang maunya bekerja di belakang layar, tidak usah dimasukkan pada kepanitiaan, tetapi akan siap bekerja, siap membantu,” katanya lagi.

“Namun justru sikap inilah yang membuat pengurus gereja pusing, karena tidak ada orang yang mengawali dan mengambil inisiatif serta tanggungjawab,” kata bapak itu.

“Banyak orang yang tidak mau dikritik dan mendapatkan penilain dari orang lain atas kinerjanya,” lanjutnya.

“Sikap seperti ini dapat sangat membahayakan komunitas ke depan. Gereja akan selalu menghadapi kebutuhan berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain, namun akan kehilangan kesempatan karena umat kurang mau berlatih dalam organisasi,” kata bapak itu.

“Skeptis bisa membunuh proses keterlibatan umat,” katanya.

“Melalui kepanitiaan, Gereja berusaha menciptakan kerjasama yang baik, hingga tidak hanya satu orang yang dominan. Namun apa pun merupakan hasil kerlibatan banyak umat,” ujarnya.

Dalam bacaan Injil kita dengar demikian.

“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya:

Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung.”

Serba salah. Selalu ada alasan untuk menolak.

Yohanes pembaptis datang mendahului Yesus menyuarakan pertobatan tampil dengan sosok yang ‘berbeda’ dari kebiasaan orang lain. Dan bangsa Israel menolaknya.

Yesus menggambarkan kehadiran Yohanes seperti anak-anak menyanyikan kidung duka, tetapi tidak ada yang berkabung, justru mereka menganggap Yohanes itu gila, sebab dia memisahkan diri dari masyarakat.

Umat pilihan itu, telah lama menanti-natikan kedatangan pembawa keselamatan. Namun ketika keselamatan itu datang, mereka mengeraskan hatinya dengan mempergunakan standar pikiran sendiri. 

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku punya greget dalam mengusahakan keselamatan dalam hidupku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here