SUNGGUH, tak semua hoaks sampah. Ada juga yang mengandung pesan yang bisa menjadi pelajaran. Kontennya memang tak faktual, tetapi spirit-nya bisa disimpan untuk dijadikan pelajaran hidup. Kapan-kapan.
Fabel (cerita tentang kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia) adalah khayal belaka. Tetapi pelajaran yang bisa dipetik banyak manfaatnya.
Ada hoaks sedang viral menarik untuk disimak. Kisah tentang Gubernur California ke-38 (2003-2011), sekaligus pengusaha, dan aktor.
Nama lengkapnya Arnold Alois Schwarzenegger.
Kenal Schwarzenegger?
Tonton saja puluhan filmnya yang memukau. Di antaranya The Terminator (1984) sampai Terminator 5 : Genisys (2015).
Di sana dia bermain sebagai jagoan dengan otot menonjol di banyak lekuk tubuhnya. Atraktif sekali.
Ini ada kisah rekaan saat Arnold menjabat Kepala Daerah di California.
Suatu malam, sang gubernur meresmikan sebuah hotel mewah di kota yang dipimpinnya. Si pemilik hotel begitu hormat dan sopan saat pesta pengguntingan pita.
Sampai patungnya dipajang persis di depan pintu gerbang hotel.
Cerita belum usai.
Dalam pesannya si pemilik hotel menjanjikan sesuatu kepada Pak Gubernur.
“Kapan saja anda bisa datang, dijamin dapat kamar yang disediakan khusus untuk anda”.
Waktu berlalu dan Arnold Schwarzenegger turun tahta. Kursi gubernur dilepaskannya.
Suatu saat, Arnold mampir ke hotel yang diresmikan sekian tahun lampau. Hotel megah, lampu berkelap-kelip terlihat dari jalan raya di depannya. Patung sang gubernur masih gagah menjulang di taman depan hotel.
Arnold masuk dan memperkenal diri sebagai mantan gubernur yang ingin menginap barang 1-2 malam.
Bagai disengat kalajengking, Arnold terperanjat bukan alang kepalang.
Sang pemilik menukas bahwa Arnold harus bayar dengan alasan hotel sedang fully booked. Singkat cerita, janji tinggal janji.
Bukti berbeda lagi.
Kemudian, memakai kantong tidurnya, Arnold berpose di depan patung dirinya dengan nasehat yang begitu berharga.
“Ketika saya berada di posisi penting, mereka selalu memujiku, dan ketika saya kehilangan posisi tersebut, orang melupakanku. Mereka tak menepati janjinya. Jangan percaya posisi anda atau jumlah uang yang anda miliki, atau kekuatan anda, atau kecerdasan anda, atau kerupawan anda. Itu tak bertahan lama”.
Kisah Arnold hanyalah lakon carangan. Tetapi ruhnya pantas menjadi renungan bersama. Tokoh Arnold bisa berganti peran menjadi saya, anda, kita atau siapa saja.
Manusia, siapa pun, apa pun, bagaimana pun, di mana pun dia, tak ada yang langgeng. Hari ini di atas, besok tiba-tiba di bawah.
Begitu sebaliknya, begitu seterusnya. Bergerak begitu cepat seperti komedi putar di taman hiburan rakyat.
“Hidup seperti roda pedati. Jangan berkomentar ketika ia sedang berputar”. (PMS)
Dua dari enam Presiden RI, hidup nelangsa saat selesai menjabat.
Alih-alih “madeg pandita” atau guru bangsa.
Yang terjadi malah kontroversi politik di akhir hayatnya. Tak usah mencari di mana, siapa dan apa sebab-musabab tragedi. Terimalah, karena itulah hidup, itulah dunia, itulah manusia.
Banyak artis tempo doeloe yang gemerlapan saat jaya, merana menjelang ajal tiba. Beberapa di antaranya bahkan relatif masih muda.
Fansnya tak ada yang menoleh ketika pujaannya tertatih-tatih menjelang senja.
Mantan bintang kesebelasan Sao Paolo, Flavio Donizete menjual medali Piala Dunia Antarklub seharga (hanya) duapuluh juta rupiah.
Ironis, duit yang tak seberapa itu dipakai untuk membeli narkoba. Terkenal, berada di puncak kejayaan, menurun, terperosok di lembah narkoba, jatuh miskin dan hidup merana.
Ke mana riuh-rendah tepuk tangan penonton Piala Dunia Antarklub tahun 2005 di Jepang, saat Sao Paolo menekuk Liverpool 1-0?. Tak satu pun mengingatnya. Tak satu pun menghiraukannya. Semua “gone with the wind”.
Cerita serupa jamak menghiasi media sosial. Mayoritas pembaca paham dan mengangguk-angguk tanda setuju. Namun banyak yang tak tahu bagaimana harus menyikapinya.
Dalam skala dan skup yang berbeda, (semua) manusia mengalami tahapan seperti itu. Menanjak, sampai puncak, berangsur-angsur turun, dan kemudian menghilang ditelan masa.
Kehidupan digambar seperti kurva lonceng (bell curve) yang harus diikuti dengan konsisten. Lebar dan amplitudo grafik berbeda-beda namun prosesnya mirip.
Saat-saat terakhir, hiruk-pikuk dan riuh-rendah publik beringsut hilang. Sebagian kecil ada yang tersisa, namun kebanyakan musnah.
Jangankan orang lain, anak-cucu pun akhirnya hidup mandiri. Hidup menjadi sepi seorang diri.
Yang penting bagaimana memahami proses perjalanan sesuai kurva ini. Berusahalah menghayatinya, sambil terus mempersiapkan diri sedini mungkin dan menjalaninya dengan ikhlas dan legowo.
Saat di puncak, “ojo dumeh”. Saat sepi anggap sebagai sepenggal perjalanan yang harus dilalui.
Agar “rasa sakit” tak terasa parah, saat ditinggal pergi khalayak ramai.
Sudah fitrah, lahir dan mati itu sendirian. Di antara keduanya penuh drama yang beraneka ragam nada dan kisahnya.
“Urip iku mung mampir ngombe”. (Pepatah Jawa)
@pmsusbandono
1 April 2021