PENYIDIK Sub Direktorat 3 Sumber Daya Lingkungan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, menutup klinik aborsi ilegal di Jakarta Pusat pada hari Rabu, 19 Februari 2020.
Aborsi ilegal dan tidak aman tersebut bertentangan dengan pedoman Health Worker Roles In Providing Safe Abortion Care, yang diterbitkan pada 3 Juli 2015.
Apa yang sebaiknya kita sadari?
Lebih dari tiga juta ibu mengalami komplikasi. Itu karena aborsi yang tidak aman, dan juga tidak menerima perawatan yang memadai.
Hampir setiap kematian dan kecacatan karena aborsi, sebenarnya dapat dicegah melalui pendidikan seksualitas, penggunaan kontrasepsi yang efektif, penyediaan sarana aborsi yang aman, hukum yang tegas, dan perawatan tepat waktu, untuk komplikasi tindakan aborsi.
Aborsi yang tidak aman terjadi ketika kehamilan diakhiri, baik oleh orang yang tidak memiliki keterampilan yang diperlukan, yaitu bukan petugas medis, atau di lingkungan yang tidak sesuai dengan standar medis minimal, atau keduanya.
Petugas, keterampilan, dan standar medis dianggap aman dalam penyediaan aborsi yang berbeda untuk aborsi medis (yang dilakukan dengan obat saja), dan aborsi bedah (yang dilakukan dengan aspirator manual atau listrik).
Keterampilan dan standar medis diperlukan untuk aborsi yang aman, juga bervariasi tergantung pada usia kehamilan dan perkembangan kemajuan ilmiah dan teknis.
Berdasarkan perkiraan WHO tahun 2018, ada sekitar 22 juta aborsi tidak aman setiap tahun yang mengakibatkan 47.000 kematian, dan lebih dari 5 juta komplikasi.
Di negara maju, diperkirakan bahwa 30 ibu meninggal setiap 100.000 aborsi tidak aman. Angka itu naik menjadi 220 kematian per 100.000 aborsi tidak aman di negara berkembang dan 520 di sub-Sahara Afrika.
Kematian dari aborsi yang tidak aman terjadi pada ibu di Afrika, menyumbang 29% dari semua aborsi yang tidak aman dan 62% kematian yang berhubungan dengan aborsi.
Komplikasi aborsi yang tidak aman meliputi aborsi tidak lengkap (kegagalan untuk mengeluarkan semua jaringan terkait kehamilan dari rahim), perdarahan (perdarahan berat), infeksi, perforasi uterus (rahim) karena tertusuk oleh benda tajam, dan kerusakan pada saluran kelamin dan organ internal.
Kejadian tersebut disebabkan penggunaan benda-benda berbahaya seperti tongkat, jarum rajut, atau pecahan kaca yang dimasukkan ke dalam vagina atau anus.
Komplikasi yang mengancam jiwa karena aborsi yang tidak aman adalah perdarahan, infeksi, cidera pada saluran kelamin dan organ internal.
Penilaian awal yang akurat sangat penting untuk memastikan perawatan yang tepat dan rujukan cepat, atas komplikasi aborsi yang tidak aman.
Tanda kritis dan gejala komplikasi yang membutuhkan perhatian segera, meliputi perdarahan vagina abnormal, sakit perut, infeksi dan syok.
Pengobatan dan perawatan untuk komplikasi abortus tidak aman sesuai dengan tanda klinis, misalnya pada perdarahan perlu penanganan tepat waktu, karena kehilangan darah yang banyak dan penundaan penanganan dapat berakibat fatal.
Pada infeksi perlu pengobatan dengan antibiotik memadai, bersamaan dengan evakuasi jaringan sisa kehamilan dari rahim sesegera mungkin.
Pada kasus cidera saluran genital dan atau organ internal, perlu rujukan awal ke RS yang lebih mampu. Petugas layanan kesehatan wajib memberikan penanganan medis untuk menyelamatkan nyawa setiap ibu yang mengalami komplikasi aborsi, terlepas dari alasan hukum tentang aborsi.
Namun dalam beberapa kasus, penanganan komplikasi aborsi hanya diberikan, apabila ibu tersebut telah bersedia memberikan informasi tentang orang yang melakukan aborsi. Tindakan awal untuk penggalian pengakuan dari ibu dalam keadaan darurat medis akibat aborsi ilegal, sebenarnya meningkatkan risiko kematian ibu.
Persyaratan hukum tentang dokter dan tenaga kesehatan lainnya, untuk wajib melaporkan kasus ibu yang telah menjalani aborsi dan penundaan perawatan, akan meningkatkan risiko kematian ibu.
PBB (UN Human Rights Standards) meminta semua negara untuk memberikan pengobatan segera dan tanpa syarat, kepada siapa saja yang mencari pertolongan medis darurat, termasuk ibu dengan komplikasi aborsi.
Aborsi yang tidak aman dapat dicegah melalui pendidikan seksual yang baik, pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan melalui penggunaan kontrasepsi yang efektif, termasuk kontrasepsi darurat, dan penyediaan aborsi yang aman dan legal.
Selain itu, kematian dan kecacatan akibat aborsi yang tidak aman dapat dikurangi melalui penyediaan tepat waktu, adanya pengobatan darurat atas komplikasi yang timbul.
Selain kematian dan cacat yang disebabkan oleh aborsi tidak aman, ada biaya sosial dan keuangan yang besar untuk ibu, keluarga, masyarakat, dan sistem kesehatan.
Pada tahun 2016, diperkirakan bahwa US$ 680 juta telah dihabiskan untuk menangani komplikasi serius karena aborsi yang tidak aman.
Tambahan dana sebesar US$370 juta diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pengobatan dan komplikasi dari aborsi yang tidak aman.
Aborsi tidak aman berisiko menyebabkan kematian dan berlangsung dalam sepanjang proses. Risiko tertinggi akan terjadi apabila menggunakan metode berbahaya, seperti penggunaan obat telan ataupun vaginal, juga penyisipan obat batangan ke dalam mulut rahim, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Masih ada risiko lainnya, misalnya ibu yang berbohong tentang penggunaan obat misoprostol atau petugas kesehatan yang tidak mengakui telah melakukan prosedur tindakan usang, seperti kuretase secara tajam.
Momentum ditutupnya klinik aborsi ilegal di Jakarta Pusat itu mengingatkan pentingnya pedoman Health Worker Roles In Providing Safe Abortion Care dalam menekan terjadinya aborsi yang tidak aman, dan menurunkan angka kematian ibu.
Sudahkah pedoman tersebut digunakan di sini?