Artikel Kesehatan: Bahaya tanpa Imunisasi

0
87 views
Ilustrasi (Courtesy of VOA Indonesia)

SETIDAKNYA 80 juta bayi di 68 negara berisiko terkena penyakit infeksi berbahaya seperti difteri, campak dan polio, karena pandemi COVID-19 telah mengganggu layanan imunisasi rutin. Peringatan yang mencemaskan ini diberikan oleh WHO, UNICEF dan Gavi (the Global Vaccine Alliance), untuk menjaga program imunisasi dan mengurangi dampak pandemi pada bayi.

Apa yang harus disadari?

Sejak Maret 2020, layanan imunisasi pada anak yang telah bersifat rutin telah terganggu pada skala global, yang mungkin belum pernah terjadi sejak dimulainya program imunisasi atau ‘the expanded programs on immunization’ (EPI) pada tahun 1970-an. Lebih dari setengah (53%) dari 129 negara melaporkan gangguan sedang, parah, hingga total terjadi penangguhan layanan imunisasi selama Maret-April 2020.

“Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi medis untuk pencegahan penyakit yang paling potensial dalam sejarah kesehatan masyarakat,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.

Gangguan pada program imunisasi karena pandemi COVID-19 mengancam kemajuan prestasi pencegahan penyakit selama beberapa dekade ini, terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti campak, DPT dan polio.

Alasan untuk layanan imunisasi yang terganggu bervariasi. Beberapa orang tua enggan meninggalkan rumah karena aturan pembatasan sosial, kurangnya informasi yang bear, atau karena mereka takut terinfeksi COVID-19.

Selain itu, juga karena banyak petugas kesehatan tidak tersedia, baik karena pembatasan perjalanan, pemindahan tugas sementara ke tugas layananan pasien COVID-19, serta kurangnya Alat Pelindung Diri (APD).

“Lebih banyak anak di lebih banyak negara, sekarang telah dilindungi terhadap lebih banyak penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, dibandingkan kapanpun dalam sejarah,” kata Dr. Seth Berkley, CEO Gavi. Namun demikian, karena pandemi COVID-19 kemajuan yang luar biasa ini sekarang terancam, bahkan berisiko munculnya kembali penyakit infeksi berbahaya seperti campak dan polio.

Program imunisasi tidak hanya akan mampu mencegah lebih banyak wabah karena penyakit lainnya, tetapi juga membentuk infrastruktur kesehatan yang diperlukan, untuk meluncurkan vaksin COVID-19 yang sedang diteliti, pada skala global.

Keterlambatan pengiriman vaksin ke fasilitas layanan memperburuk situasi. UNICEF telah melaporkan banyaknya keterlambatan dalam pengiriman vaksin, karena program pembatasan sosial, penurunan aktivitas penerbangan komersial, dan terbatasnya ketersediaan angkutan charter.

Untuk membantu mengurangi kesulitan ini, UNICEF mengimbau pemerintah, sektor swasta, industri penerbangan, dan lainnya, untuk membebaskan biaya pengiriman atau dengan biaya yang terjangkau, khusus untuk vaksin yang mampu menyelamatkan jiwa bayi ini.

Banyak negara telah menghentikan sementara, kampanye vaksinasi massal pencegahan penyakit menular seperti kolera, campak, meningitis, polio, tetanus, demam tifus dan demam kuning.

Hal ini terkait dengan risiko penularan dan perlunya menjaga jarak fisik selama pandemi COVID-19. Layanan imunisasi campak dan polio sangat terpukul, bahkan imunisasi campak dihentikan di 27 negara dan imunisasi polio di 38 negara. Setidaknya 24 juta bayi di 21 negara berpenghasilan rendah berisiko kehilangan kesempatan mendapatkan vaksin polio, campak, tipus, demam kuning, kolera, rotavirus, HPV, meningitis, dan rubella karena kesulitan ini

Pada akhir Maret 2020 kekawatiran bahwa kerumunan orang dalam layanan imunisasi akan meningkatkan penularan COVID-19, WHO sempat merekomendasikan semua negara untuk sementara waktu menunda layanan imunisasi selama dua pekan, sambil dilakukan penilaian risiko, dan langkah-langkah efektif untuk mengurangi penularan virus COVID-19. Namun demikian, sejak awal Mei 2020 WHO telah mengeluarkan rekomendasi baru, untuk membantu semua negara menentukan bagaimana dan kapan layanan imunisasi dapat dilanjutkan.

Jumlah negara yang melakukan penundaan layanan imunisasi sampai pada Jumat, 15 Mei 2020 cukup memprihatinkan. Imunisasi Campak, Rubella, dan Gondong (M, MR, dan MMR) 27 negara, polio suntikan (IPV) 7, polio tetes (OPV) 26, Meningitis A (MenA) 2, Demam Kuning (YF) 4, Tifoid (TCV) 2, Kolera (OCV) 5, dan Tetanus (Td) 7 negara.

Uganda memastikan bahwa layanan imunisasi terus berlanjut bersama dengan layanan kesehatan penting lainnya, bahkan mendanai sektor transportasi untuk memastikan distribusi vasin dan penjangkauan layanan. Meskipun diterapkan pembatasan sosial secara nasional pada bulan Maret 2020, imunisasi di Laos tetap dilanjutkan dengan protokol kesehatan menjaga jarak secara fisik.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menginstruksikan agar pelayanan imunisasi untuk anak tetap berjalan sesuai jadwal, meski saat ini Indonesia masih mengalami pandemi COVID-19.

Pemberian imunisasi dasar yang wajib diberikan kepada semua bayi adalah hepatitis B, BCG, pentavalent (kombinasi DPT, hepatitis B dan Hib), polio, dan MR. Selain imunisasi dasar, ada juga imunisasi tambahan yang dianjurkan untuk bayi meliputi PCV, rotavirus dan influenza.

Rekomendasi WHO, UNICEF dan Gavi (the Global Vaccine Alliance), untuk meneruskan program imunisasi rutin saat pandemi COVID-19, akan mengurangi bahaya pada bayi yang tanpa imunisasi dan harus dilakukan di seluruh wilayah Indonesia.

Sudahkah kita siap?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here