PADA Sesi ke-73 Majelis Kesehatan Dunia Rabu, 13 Januari 2021, diserukan tindakan segera untuk mencegah dan mengalahkan meningitis pada tahun 2030. Peta jalan global ini adalah intervensi pengendalian meningitis terpadu jangka panjang untuk pengurangan kasus dan kematian karena meningitis.
Apa yang menarik?
Meskipun upaya pengendalian meningitis cukup berhasil di beberapa wilayah di dunia, meningitis terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang menyebabkan hingga 5 juta kasus setiap tahun, di seluruh dunia. Beban meningitis bakterial sangat tinggi, menyebabkan 300.000 kematian setiap tahun dan menyisakan satu dari lima orang yang terkena, berupa dampak kesehatan jangka panjang yang menghancurkan, yaitu kecacatan.
Meningitis adalah infeksi serius pada meninges, yaitu selaput tipis yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Ini adalah penyakit yang menghancurkan harapan hidup dan tetap menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang utama.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai patogen termasuk bakteri, jamur atau virus, tetapi beban global tertinggi terlihat pada meningitis bakterial.
Bakteri streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, dan neisseria meningitidis adalah bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis.
N. meningitidis, penyebab meningitis meningokokus, berpotensi menimbulkan epidemi yang luas. Ada 12 serogrup N. meningitidis yang telah teridentifikasi, 6 diantaranya (A, B, C, W, X dan Y) dapat menyebabkan epidemi.
Meningitis meningokokus dapat menyerang siapa saja dari segala usia, tetapi terutama menyerang bayi, anak prasekolah, dan remaja. Beban meningitis meningokokus terbesar terjadi di sabuk meningitis, suatu wilayah di sub-Sahara Afrika, yang membentang dari Senegal di barat hingga Ethiopia di timur.
Bakteri yang menyebabkan meningitis ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan cairan pernapasan atau ‘droplet’, sepeti COVID-19. Kontak dekat dan lama -seperti mencium, bersin, batuk, atau tinggal dekat dengan orang yang terinfeksi, memungkinkan proses penyebaran penyakit.
Masa inkubasi rata-rata adalah 4 hari, tetapi dapat berkisar antara 2 dan 10 hari.
Meskipun demikian, N. meningitidis sebenarnya dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, yaitu penyakit meningokokus invasif, termasuk septikemia, artritis, dan meningitis.
Demikian pula, bakteri S. pneumoniae dapat menyebabkan penyakit invasif lainnya termasuk otitis dan pneumonia.
N. meningitidis hanya menginfeksi manusia dan menyebar melalui aliran darah untuk sampai ke otak. Sebagian besar populasi di sabuk meningitis, antara 5 dan 10%, memiliki bakteri N. meningitidis yang menetap di tenggorokan.
Gejala meningitis yang paling umum adalah leher kaku, demam tinggi, sensitif terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala, dan muntah.
Meningitis sangat berbahaya, bahkan dengan diagnosis dini dan pengobatan yang memadai sekalipun, 5-10% pasien akan meninggal, biasanya dalam 24-48 jam setelah timbulnya gejala.
Meningitis bakterial dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan pendengaran, atau ketidakmampuan belajar pada 10-20% pasien yang berhasil selamat.
Bentuk penyakit meningokokus yang lebih jarang, tetapi bahkan lebih parah dan seringkali fatal adalah septikemia meningokokus, yang ditandai dengan bercak kemerahan di kulit atau ruam hemoragik dan kolaps sirkulasi darah yang cepat.
Diagnosis awal meningitis meningokokus dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis, diikuti dengan pungsi lumbal yang menunjukkan cairan otak di tulang belakang bernanah. Bakteri kadang-kadang dapat dilihat dalam pemeriksaan mikroskopis pada cairan otak di tulang belakang tersebut.
Diagnosis dipastikan dengan menumbuhkan bakteri dari spesimen cairan otak di tulang belakang atau darah. Diagnosis juga dapat didukung oleh tes diagnostik cepat seperti tes aglutinasi antibodi, walaupun tes yang tersedia saat ini memiliki beberapa keterbatasan. Identifikasi serogrup meningokokus dan pengujian kepekaan terhadap antibiotik penting untuk menentukan jenis antibiotika yang diberikan dan tindakan pengendalian lainnya.
Penyakit meningokokus berpotensi fatal dan merupakan keadaan darurat medis. Diperlukan pemberian antibiotik yang tepat dan harus dimulai sesegera mungkin, idealnya setelah dilakukan pungsi lumbal.
Jika pengobatan dimulai sebelum pungsi lumbal, mungkin sulit untuk menumbuhkan bakteri dari cairan otak di tulang belakang dan memastikan diagnosisnya. Namun demikian, konfirmasi diagnosis tidak boleh menunda pengobatan. Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk mengobati meningitis bakterial, termasuk penisilin, ampisilin, dan seftriakson yang tersedia cukup mudah, murah dan tersebar luas, dengan ceftriaxone sebagai obat pilihan utama.
Vaksin berlisensi untuk mencegah penyakit meningokokus telah tersedia selama lebih dari 40 tahun. Seiring waktu, telah terjadi peningkatan besar dalam cakupan strain dan ketersediaan vaksin, tetapi hingga saat ini, belum ada vaksin tunggal untuk melawan semua jenis penyakit meningokokus.
Vaksin masih bersifat serogrup tertentu dan perlindungan yang diberikan bervariasi dalam durasi, bergantung pada jenis yang digunakan.
Rekomendasi WHO, UNICEF dan Gavi (The Global Vaccine Alliance), untuk meneruskan program imunisasi rutin, termasuk untuk melawan meningitis saat pandemi COVID-19, akan mampu mengalahkan meningitis di seluruh dunia, termasuk di wilayah Indonesia.
Sudahkah kita siap?