PADA tahun 2001, March of Dimes meluncurkan serangkaian pertemuan dua tahunan yang disebut Konferensi Internasional tentang Kelainan Bawaan dan Disabilitas atau International Conference on Birth Defects and Disabilities (ICBD).
ICBD terakhir pada 2017 diselenggarakan di Bogotá, Kolombia. ICBD tahun 2019 akan diselenggarakan di Cinnamon Grand Colombo Hotel, di 77 Galle Rd, Colombo Sri Lanka.
Apa yang harus disadari?
Konsensus ICBD mencantumkan tindakan utama untuk memaksimalkan pengawasan kelainan bawaan, pencegahan, dan perawatan. Pada dasarnya adalah program untuk meningkatkan pengawasan, mengurangi risiko terjadinya kelainan bawaan, dan mencegah serta mengobati infeksi yang terkait dengan kelainan bawaan.
Selain itu, juga menerapkan skrining bayi baru lahir, menyediakan perawatan dan layanan untuk anak dengan kelainan bawaan dan disabilitas, melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga internasional.
Implementasi dan peningkatan intervensi berbasis bukti menggunakan pendekatan kolaboratif multisektoral dan multidisiplin telah disetujui peserta konggres. Semua negara dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mengadvokasi pernyataan konsensus tersebut.
Pernyataan konsensus dapat digunakan sebagai panduan oleh pemerintah dan lembaga nonpemerintah untuk mengambil langkah segera untuk meningkatkan kualitas hidup mereka yang hidup dengan kelainan bawaan dan disabilitas.
Virus Zika
Kelainan bawaan atau cacat lahir berkontribusi hingga 21% dari kematian anak balita di Amerika Latin dan Karibia, dan beban itu diperparah oleh epidemi virus Zika.
Virus Zika (ZIKV) yang telah membuat heboh dunia kesehatan internasional pertama kali ditemukan pada tahun 1947 di hutan Zika, Uganda. Pada tahun 2007, virus ini pernah menyebabkan wabah penyakit di daerah Lautan Pasifik. Bahkan pada tahun 2015, ZIKV dilaporkan menyebar hingga ke wilayah Brazil dan Panama.
Kemampuan ZIKV untuk menyebar secara luas antar-negara bahkan antarbenua menimbulkan kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat mencapai Indonesia.
Virus Zika dibawa oleh nyamuk yang juga membawa virus demam berdarah, yaitu Aedes aegypty. Selain itu, gejala yang ditimbulkan oleh demam Zika pun mirip dengan gejala demam berdarah.
Virus Zika tidak menyebabkan kematian. Namun, ZIKV dapat meningkatkan risiko mikrosefali pada bayi (ukuran kepala lebih kecil dari normal) dan kelainan bawaan lain, apabila menginfeksi ibu hamil pada trimester pertama.
Dampak kelainan bawaan pada anak bergantung oleh pandangan anak terhadap organ tubuhnya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya, dan pandangan terhadap kematian.
Dampak pada anak tercermin pada perkembangan psikososialnya, keterlibatannya dengan teman sebaya serta prestasi di sekolah.
Sedangkan dampak terhadap keluarganya, antara lain terhadap status psikososial orang tua, aktifitas dan status ekonomi keluarga serta peran keluarga di masyarakat.
Data statistik
Pada tahun 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan survei ketenagakerjaan nasional (sakernas) dengan estimasi jumlah tenaga kerja penyandang kelainan bawaan dan disabilitas di Indonesia sebesar 12,15 persen.
Yang masuk kategori sedang sebanyak 10,29 persen dan kategori berat sebanyak 1,87 persen. Sementara untuk prevalensi disabilitas provinsi di Indonesia antara 6,41 persen sampai 18,75 persen. Tiga provinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi adalah Sumatra Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Dari angka 12,15 persen penyandang disabilitas, 45,74 persen tingkat pendidikan tidak pernah atau tidak lulus SD, jauh dibandingkan pekerja non-penyandang disabilitas, yaitu sebanyak 87,31 persen berpendidikan SD ke atas.
Kondisi kelainan bawaan dan disabilitas sangat mungkin menyebabkan anak sangat bergantung kepada orangtua dan keluarganya. Waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk merawat remaja dengan penyakit kronis lebih banyak sehingga seringkali menimbulkan masalah ekonomi.
Orangtua menjadi merasa bersalah, frustasi, cemas dan depresi terhadap penyakit yang diderita anaknya. Bagi anak atau anggota keluarga yang lain, waktu kebersamaan dengan orangtua akan berkurang.
Penatalaksanaan yang optimal pada remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas adalah sangat penting. Dalam hal ini harus melibatkan pengelolaan kesehatan mental, memantau perkembangan anak, dan melibatkan keluarga, karena pengobatan sederhana saja sering kali tidak cukup.
Anak atau remaja dengan kelainan bawaan atau disabilitas harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap tatalaksana pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung dan membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan adalah sebagai berikut:
- Pertama pendidikan kesehatan, dengan menjelaskan tentang perjalanan penyakitnya dan keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada penderita dan keluarganya dan harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
- Kedua, merespons terhadap emosi yang berubah, termasuk mendengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi remaja dan keluarganya untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan harapannya.
- Ketiga, melibatkan keluarga. Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat penting. Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang berlebihan terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir dan memberikan perhatian yang berlebihan.
- Keempat, melibatkan pasien, karena saat anak atau remaja dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka mereka akan lebih patuh dan bertanggungjawab.
- Kelima, melibatkan tim multidisiplin. Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana anak dan remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis, fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait. Keenam, menyediakan perawatan yang berkelanjutan.
Anak atau remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya. Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter dari fasilitas kesehatan primer (FKTP), yang membina hubungan jangka panjang dengan penderita dan keluarganya.
Peran dokter disini adalah mengkoordinasi perawatan berbagai spesialis (multidisiplin), memantau tumbuh kembangnya, memberikan petunjuk yang mungkin diperlukan, dan lain sebagainya. Ketujuh, menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif. Dalam hal ini diperlukan pelayanan psikologikal, pendampingan belajar bersosialisasi, dan pendidikan luar biasa.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa remaja yang mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat inap, lama dirawat inap, biaya di rumah sakit, dan menurunkan kemungkinan dirawat inap kembali.
Anak dan remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas perlu mendapat perhatian khusus, oleh karena kondisinya berbeda dengan anak yang normal. Anak ini dapat mengalami gangguan pada setiap sektor tumbuh kembangnya, sehingga diperlukan kerjasama dari petugas professional multidisiplin dalam mengatasi hal ini.
Apakah kita sudah bijak?