Artikel Kesehatan: Resesi Rumah Sakit

0
170 views
Ilustrasi: Dokter (Ist)

 PANDEMI COVID-19 telah menyebabkan resesi di banyak negara, karena laju pertumbuhan ekonominya negatif. Pada kondisi resesi daya beli masyarakat menurun, pengangguran meningkat, dan krisis kesehatan karena covid-19 itu sendiri, belum juga dapat diatasi.

Apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit (RS)?

Pemerintah Indonesia menyatakan pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020 adalah -4,3 persen. Kunjungan pasien rawat jalan ke RS dan penggunakan tempat tidur rawat inap di RS, juga dapat menurun hebat, bahkan sampai tinggal sepertiga dari biasanya.

Beberapa hal penting perlu diambil oleh RS, agar lebih siap menghadapi resesi mulai dari sekarang.

Yang pertama harus dilakukan adalah melakukan revisi RAB (Rencana Anggaran Belanja). Dan kalau perlu RENSTRA (Rencana Stretegis) dalam sebuah dialog oleh segenap sektor RS secara terpimpin.

RAB dan RENSTRA adalah pedoman kerja semua karyawan RS, yang harus direvisi dan disesuaikan karena terjadinya resesi ini, sehingga harus mencakup banyak ide brilian di luar rutinitas.

Langkah cepat selanjutnya adalah merumuskan peningkatan pemasukan dan menurunkan pengeluaran finansial secara terpadu. Layanan atau bisnis RS yang paling dibutuhkan oleh pasien dan pelanggan, harus segera ditentukan dan dijual.

Kemas layanan tersebut sebagai komoditas dagangan secara cepat dan maksimal, dengan menggunakan aplikasi dan kemudahan teknologi informasi.

Kebutuhan akan layanan non vital, seperti kosmetik medis, tentu sebaiknya tidak menjadi prioritas pengembangan RS saat ini. Sebaliknya, tes skrining dan diagnosis covid-19 harus disiapkan sebaik mungkin, karena itu merupakan kebutuhan mendesak oleh para pelanggan RS, termasuk pelaku perjalanan.

Pengemasan secara sederhana, mudah dan menarik untuk tes covid-19 bukan berarti memanfaatkan resesi yang sering dituduh tidak etis, tetapi memenuhi kebutuhan pelanggan secara jitu.

Pilihlah metode tes yang paling handal, cepat, tidak ribet, dan kalau mungkin sehari jadi. Untuk hal ini, memang kadang perlu kerjasama dengan laboratorium di luar RS yang ditunjuk oleh pemerintah setempat.

Langkah berikutnya adalah meningkatkan kepercayaan pasien dan pelanggan, bahwa RS dengan semua perangkatnya adalah tetap aman, layanan terjaga bermutu dan harga terjangkau.

Para dokter spesialis dan jenis layanan dengan pasien yang relatif banyak dan selama ini menguntungkan, harus diberikan prioritas untuk segera kembali berpraktek seperti sediakala.

Prosedur tindakan medis yang memberikan keuntungan finansial besar dan tingkat kemanan tinggi, harus menjadi prioritas untuk segera dipulihkan. Penyesuaian jadwal layanan tertentu yang memiliki banyak pasien, perlu diperpanjang dan disebar secara distributif, agar tidak terjadi penumpukan pasien dan kontak minimal.

Langkah sulit tetapi penting adalah tinjauan PPK (Panduan Praktik Klinik), yang digunakan oleh para dokter spesialis dan petugas profesional kesehatan yang terkait.

Segera lakukan pemanggilan untuk segenap dokter, agar duduk bersama merumuskan ulang PPK, CP (Clinical Pathways) dan kolaborasi antar profesi kesehatan, dalam layanan pasien dengan paradigama ‘pasien kita’, bukan lagi ‘pasien saya’.

Dengan demikian, layanan pasien yang diberikan tidak akan boros sumber daya, efisien, efektif dan seragam. Apalagi untuk tatalaksana pasien covid-19, yang prosedur pembayara ke RS untuk pembiayaannya masih belum lancar.

Dalam masa resesi dan daya beli pasien menurun, maka sebagian besar pasien yang datang ke RS diprediksi adalah pasien dalam jaminan asuransi, termasuk peserta program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) oleh BPJS Kesehatan, bukan atas biaya sendiri.

Sistem pembiayaan pasien secara paket layanan dalam regulasi INA CBGs, yang tentu juga diikuti oleh para penjamin biaya lainnya, memerlukan PPK dan CP yang wajib ditaati oleh para dokter spesialis, agar tidak terjadi selisih bayar negatif, klaim tunda, ataupun gagal klaim yang akan merugikan RS secara finansial.

Promosi dan edukasi oleh tim RS kepada masyaratkat luas harus menjadi corong RS, untuk menarik kembali kepercayaan pasien.

Penggunaan aplikasi media sosial, media massa ‘mainstream’, baik radio, televisi maupun cetak, harus dioptimalkan, dengan menampilkan para dokter spesialis yang memiliki nilai jual tinggi dan favorite.

Tulisan opini, siaran ‘health talk’ secara ‘live’, webinar ataupun advertorial harus dikemas oleh tim promosi RS secara tertata.

Langkah penting untuk menurunkan pengeluaran RS, efisiensi biaya dan menjaga agar karyawan tidak sakit, tentu tidak mudah. Investasi RS yang dapat ditunda, harus digeser. Kegiatan seremonial RS yang bersifat rutin dan kurang perlu, harus dibatalkan.

 krining kesehatan bagi para karyawan harus lebih ketat, APD bagi petugas RS harus disiapkan digunakan secara disiplin sesuai kriteria. SDM dengan faktor risiko dan penyakit komorbid, dapat dialihkan untuk bekerja di rumah (WFH) atau dilakukan pergeseran personil. Kontrak karya dengan pihak ketiga dapat ditinjau ulang dan pekerjaaannya dialihkan kepada karyawan RS.

Pandemi covid-19 telah menyebabkan resesi bagi RS. Langkah penting adalah menyatukan mental semua karyawan RS dalam siaga resesi, bukan lagi suasana kerja biasa. Selanjutnya merumuskan peningkatan pemasukan dan menurunkan pengeluaran finansial RS secara terpadu, agar layanan bagi pasien dapat terus terlaksana dan RS dapat berkembang dengan baik.

Sudahkah kita siap?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here