Puncta 7 Maret 2025
Jum’at Sesudah Rabu Abu
Matius 9: 14-15
SEBULAN yang lalu, kami merayakan misa pesta perak imamat adik saya, Romo Silvester Joko Susanto Pr di Paroki Kebonarum, Klaten. Kini perayaan yang sama diadakan di paroki tempat dia bertugas di Batu Putih, Palembang.
Dalam dua pesta itu hadir Romo Dwi Joko dari Palembang. Kehadirannya sangat memberi suasana ceria dan gembira. Dia sangat menikmati pesta dengan menyanyi bersama. Dari lagu campursari, nostalgia dan lagu-lagu daerah, dia sangat hapal.
Dari awal sampai pesta berakhir dia menghibur para tamu. Bahkan ketika panitia sudah beres-beres perabotan meja kursi untuk diangkut, dia terus menghibur dengan suara merdunya. Suasana pesta terus berlangsung sampai tidak ada orang satu pun.
Hening dan sepi menyelinap saat pesta sudah usai. Romo Dwi Joko baru pindah tempat saat organis dan petugas sound system pulang. Pesta usai dan saat itu jugalah kita kembali menikmati rutinitas biasa.
Para murid Yohanes bertanya pada Yesus, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Mereka seumumnya mengikuti adat dan tradisi yang telah terwariskan turun temurun.
Yesus tidak menolak tradisi puasa. Tetapi Dia mengingatkan agar orang dapat memahami esensi puasa lebih dari sekedar ikut-ikutan tradisi.
Puasa bukan hanya soal memenuhi kewajiban agama. Tetapi puasa lebih untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama.
Puasa bukan sekedar aturan boleh ini atau tidak boleh itu. Puasa adalah saat dimana sang mempelai diambil dari tengah kita. Saat itu kita melakukan olah tapa dengan amal kebaikan bagi sesama.
Puasa bukan cuma tindakan egosentris, melulu demi kesucian diri. Tetapi puasa adalah tindakan sosial demi kesejahteraan bersama. Sudahkah kita peduli dengan orang-orang yang menderita di sekitar kita? Justru saat puasa, kita berguna untuk sesama.
Ada buah apel hijau di atas meja,
dirujak dengan timun dan mangga.
Apa gunanya kita tekun berpuasa,
Jika saudara kita miskin menderita?
Wonogiri, ayo puasa yang bermanfaat
Rm. A. Joko Purwanto, Pr