Puncta 22 September 2024
Minggu Biasa XXV
Markus 9: 30-37
KENDATI tidak berhasil meraih medali emas Olimpiade, tetapi dua atlit cantik yakni Nikki Hamblin (Zelandia Baru) dan Abbey D’Agostino (USA) memperoleh medali langka yaitu The Pierre de Coubertin atas nilai-nilai sportivitas yang mereka teladankan.
Dua gadis ini berlari dalam ajang 5.000 meter puteri di Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil. Lomba baru berjalan beberapa lap saat Hamblin tersandung kaki pelari di depannya. Dia limbung terjatuh dan mengganjal D’Agostino yang berada di belakangnya. Keduanya lantas jatuh tersungkur.
D’Agostino ingin melanjutkan larinya, tetapi melihat Hamblin tertelungkup ia mendekatinya dan mengajaknya melanjutkan lari. Namun ketika mereka mulai berlari, justru D’Agustino kesakitan luar biasa. Dia mengalami cidera lutut.
Kendati tertatih-tatih mereka saling menyemangati dan berlari kecil sampai garis finis. Walau gagal menjadi juara, tetapi mereka dianugerahi medali kehormatan, karena menjaga esensi olimpiade yang sebenarnya yakni sportivitas, persaudaraan dan belarasa.
Kebanyakan dari kita berjuang sekuat tenaga ingin menjadi nomor satu. Bahkan kadang menggunakan cara-cara yang tidak sportif. Memukul wasit, bermain curang, menjegal pemain lain, menyuap panitia lomba. Yang penting dapat juara.
Itulah yang diperdebatkan murid-murid Yesus di tengah jalan, ketika Dia sedang mengajar mereka. Para murid berdebat tentang siapa yang terbesar diantara mereka. Mereka berebut menjadi yang terkemuka, juara nomor satu.
Tetapi Yesus mengajarkan nilai yang lebih esensial. “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”
Bukan soal juara satu, posisi top, kedudukan penting, status terhormat yang diutamakan, tetapi esensi atau nilai-nilai keutamaan hiduplah yang lebih penting.
Hamblin dan D’Agustino adalah contohnya. Komite Olimpiade dunia menghormati mereka bukan karena prestasi juaranya, tetapi karena memperjuangkan esensi keutamaan moral dari semangat olimpiade itu sendiri.
Tidak seperti para murid yang mengejar siapa yang terkemuka dan berposisi nomor satu, tetapi Yesus mengajak kita semua lebih mengutamakan nilai-nilai kerendahan hati, pelayanan, saling mengasihi dan mendahulukan kepentingan bersama.
Jalan pengosongan diri sebagaimana Yesus yang merendahkan Diri-Nya itulah cara yang ditanamkan bagi para pengikut-Nya. Beranikah kita mengosongkan diri demi keselamatan bersama?
Jangan ikuti hukum rimba,
Siapa kuat dia yang juara.
Ikutilah hukum kasih cinta,
Mau berkorban demi sesama.
Wonogiri, menjadi pelayan bagi semua
Rm. A. Joko Purwanto, Pr