![Pelayanan menggunakan Speed boat](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2020/11/Pelayanan-menggunakan-Speed-boat-696x497.jpg)
PROSESI misa di mana-mana memanglah sama adanya sebagai identitas Gereja Katolik yang satu, kudus, apostolik dan katolik.
Namun menjadi begitu berbeda, ketika umat mengadakan misa di sebuah stasi yang terpencil. Ketika pastornya tidak bisa rutin mengunjungi oleh karena medan yang cukup berat. Juga karena umatnya sangat unik, karena masih melekat dengan adat istiadat setempat.
Sehingga ketika dikunjungi oleh imam dan para frater, umat stasi akan sangat antusias dan Gereja menjadi penuh sesak karena umat beramai-ramai datang.
Dan ini terjadi secara nyata di Gereja Stasi Santa Maria Bunda Allah, Tanjung Beringin, Paroki Sepotong, Keuskupan Ketapang.
![](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2020/11/Para-Frater-Bertugas-1024x731.jpg)
Bedanya di mana?
Apa yang menjadikan berbeda dari prosesi misa di Stasi Tanjung Beringin dengan prosesi misa di kota?
Pertanyaan ini agak menggelitik penulis untuk mengeluarkan berbagai observasi selama melaksanakan misa yang dipimpin oleh Romo Andreas Setyo Budi Sambodo (Romo Busyet) di Minggu XXX tersebut.
Semua kalangan baik bapak-bapak, ibu-ibu, para orang muda, dan anak-anak turut hadir. Bahkan beberapa perangkat desa, keluarga frater, demong adat, ketua stasi semuanya turut hadir.
Anak-anak begitu senang sebab Romo Busyet yang terkenal sebagai romonya anak-anak ini memberikan homili dengan sangat menyenangkan.
Romo yang jenaka ini juga mengajak anak-anak mengikuti gerak lagu yang biasanya beliau sugguhkan kepada anak-anak PIA dan OMK.
![](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2020/11/Kunjungan-keluarga-salah-satu-seminaris-1024x731.jpg)
Anak-anak mulai mengikuti gerakan dari lagu Satu Ditambah Satu, ada yang jingkrak-jingkrak, menggunakan jari, melompat dan berjoget pinggang ketika menirukan angka delapan.
Tidak hanya itu, lagu Naik Delman juga dipraktikkan oleh anak-anak bersama Romo Busyet.
Misa pada hari tersebut penuh sukacita dan canda tawa. Penulis di pojokkan sembari memainkan kibor ikut bersukacita dan tertawa melihat aksi mereka ini.
Para frater diminta untuk bertugas membantu di dalam misa.
Penulis sendiri bertugas sebagai keyboardis sekaligus pemazmur, Frater Lipo sebagai lektor dan Frater Reginald sebagai pembaca doa umat.
Rekan kami, Mas Raymondus Bimayu Koorniawan bertugas menjadi kameramen selama misa. Para frater menjalankan tugasnya dengan baik sehingga misa berjalan dengan lancar dan penuh khidmat.
Sebelum berkat penutup, tepatnya pada saat pengumuman kami para frater TOR (Tahun Orientasi Rohani) diajak untuk memperkenalkan diri.
![](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2020/11/Romo-Busyet-dan-para-Frater-1024x731.jpg)
Sudah kerja baru masuk jadi frater
Sebelum perkenalan, Romo Busyet memberikan kata pengantar.
Kami para Frater sudah menjalankan formasi selama kurang lebih tiga bulan dan retret penegasan untuk penjubahan.
Romo Busyet juga menjelaskan bahwa para frater memiliki latar belakang pendidikan sarjana:
- Frater Fransesco S-1 Komputer;
- Frater Lipo S-1 Pendidikan Sejarah;
- Frater Reginald S-1 Hukum).
Semuanya sudah berpengalaman bekerja dan mapan. Namun, kemudian merasa Tuhan memanggilnya menekuni jalan hidup berbeda sebagai calon imam.
Misa penjubahan
Misa Penjubahan Frater TOR yang diadakan di Keuskupan Ketapang memang adalah pertama kalinya dalam sejarah Gereja Ketapang.
Penulis merasakan berkat yang melimpah ketika melayani umat di Tanjung Beringin ini.
Wajah-wajah penuh sukacita dan bahagia terpancar bagaikan cahaya di mata kami. Hal tersebut menjadi energi berlipat-lipat bagi para frater yang akan ditugaskan ke pedalaman pada 1 November-31 Desember 2020 ke depan.
![](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2020/11/Mencari-Air-Enau--1024x731.jpg)
Ini menjadi motivasi dan tantangan yang sangat indah bagi para frater untuk mempelajari lebih banyak karya pastoral yang berada di pedalaman Keuskupan Ketapang.
Semoga kami para frater TOR dapat menggali inspirasi serta pelajaran dengan memahami situasi dan bentuk-bentuk karya pastoral yang berada di tempat masing-masing nanti sehingga dapat menjadi refleksi mendalam untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan lebih mantap.
Dari peristiwa ini, penulis sudah benar-benar menemukan wajah Tuhan Yesus pada diri setiap umat dan itu membakar semangat untuk melayani Dia melalui sesama.