Awali dengan Doa

1
71 views
Berlutut dan berdoa di Rumah Doa Our Lady of Akita, Tangerang. (Romo Fictorium Natanael Ginting OFMConv)

Senin, 28 Oktober 2024

Ef. 2:19-22.
Mzm. 19:2-3.4-5.
Luk. 6:12-19

DOA adalah sesuatu yang sangat akrab di telinga kita, tetapi sering kali masih belum kita pahami sepenuhnya kekuatannya.

Doa bukan sekadar kewajiban atau rutinitas, melainkan jembatan kasih yang menghubungkan kita, manusia yang penuh keterbatasan, dengan Allah yang Mahakuasa.

Seperti sebuah jembatan yang menghubungkan dua tempat yang terpisah, doa menyatukan hati kita dengan hati Allah.

Di dalam doa, kita bukan hanya menyampaikan permohonan, tetapi kita juga membuka hati untuk mendengar suara Tuhan, merasakan kasih-Nya, dan memahami kehendak-Nya.

Di dalam doa, kita mengakui bahwa kita tidak bisa berjalan sendirian. Kita memerlukan pertolongan, arahan, dan kasih dari Tuhan.

Doa mengingatkan kita bahwa kita membutuhkan Allah dalam segala hal, baik dalam pergumulan maupun dalam sukacita.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan
semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah.

Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul.”

Dikatakan Yesus naik ke bukit untuk berdoa sepanjang malam kepada Allah. Mengapa Yesus, Anak Allah, perlu berdoa sepanjang malam sebelum membuat keputusan penting?

Tuhan Yesus memberi contoh bagi kita bahwa keputusan-keputusan penting harus selalu dibawa dalam doa. Tidak boleh gegabah dan grusa-grusu apalagi hanya sekadar mengandalkan insting atau naluri, sebuah keputusan penting harus diputuskan dalam hati yang bening dan dalam bimbingan Roh Allah sendiri.

Setelah berdoa, Yesus memilih dua belas murid-Nya. Mereka bukanlah orang-orang yang sempurna.

Mereka adalah nelayan, pemungut cukai, dan orang biasa, bahkan di antaranya ada yang nantinya mengkhianati-Nya. Tetapi Yesus melihat potensi di dalam hati mereka.

Dia tidak memilih berdasarkan status, kekayaan, atau popularitas, melainkan melihat hati dan kesiapan mereka untuk dipakai oleh-Nya.

Namun seringkali kita dengar bahwa banyak orang yang memilih mundur karena merasa tidak layak. Banyak dari kita merasa tidak layak atau tidak cukup baik untuk melayani Tuhan.

Namun, bukankah Tuhan memilih kita bukan karena kehebatan kita, tetapi karena hati yang mau belajar dan diubahkan.

Untuk itu, jangan biarkan masa lalu atau kelemahan diri menghalangi panggilan Tuhan dalam hidup kita.

Jika Yesus bisa memakai para murid yang sederhana dan penuh kelemahan, Dia bisa memakai kita juga untuk menjadi saksi cinta-Nya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku menjadikan doa sebagai jalan doa jembatan untuk menerima kehendak Tuhan?

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here