LAPORAN CNN International edisi terbitan hari Kamis tanggal 3 April 2019 (waktu di AS) merilis informasi berharga tentang diberlakukannya apa yang disebut “RUU” anti sebaran berita bohong alias hoaks di Singapura.
Tulisan James Griffiths dengan titel “sangat menantang” itu antara lain menginisiasi informasi awal sebagai berikut:
- Aturan baru yang mulai disosialisasikan sejak hari Senin tanggal 1 April 2019 lalu itu memberi kewenangan bagi otoritas di Singapura untuk melakukan tindakan penegakan hukum terhadap siapa saja pelaku penyebaran hoaks dan semua platfrom media sosial yang memuatnya.
- Denda sangat besar atau hukuman penjara sangat lama siap menanti bagi siapa pun pelaku pelanggar UU baru tersebut.
- Dengan UU bernama “Protection from Online Falsehoods and Manipulation Bill”, semua sebaran berita palsu dianggap melanggar hukum atas dasar pertimbangan keamanan, kenyamanan negara dalam hubungan relasionalnya dengan negara dan pemerintahan lain.
- Denda bagi pelaku pelanggaran individual adalah sebesar 50 ribu SGD atau sekitar 36 ribu USD atau hukuman penjara selama 5 tahun.
- Platform media sosial yang menyediakan “ruang” bagi tindakan pelanggaran tersebut juga akan dikenal penalti hukuman bayar denda sebesar satu juta SGD atau tidak kurang dari 735 ribu USD.
- Adalah hak sepenuhnya pada otoritas pemerintahan Singapura untuk menentukan kriteria apakah sebaran itu masuk kategori hoaks atau bukan. Bila demikian, pemerintah juga punya kewenangan untuk menyuruh platform medsos untuk segera melakukan koreksi atau klarifikasi terhadap sebaran hoaks atau menyuruhnya menghilangkan hal itu dan atau mengajukan tuntutan hukum baik terhadap pelaku pelanggaran maupun “ruang” maya di panggung medsos.
Menurut laporan CNN mengutip hasil studi terkini yang dirilis oleh Reporters Without Borders (RSF), kebebasan pers di sana memang memprihatinkan. Negeri kecil namun dengan potensi ekonomi luar biasa ini menduduki peringkat nomor 151 dari jumlah keseluruhan negara yang dijadikan perbandingan sebanyak 180.
Menurut Phil Robertson dari Human Rights Watch Asia, aturan baru itu dianggap punya agenda politik karena akan diberlakukan menjelang pemilu akhir tahun 2019 mendatang.
“Pemerintah Singapura punya jejak rekam panjang yang menganggap semua hal yang bertentangan dengan mereka itu sebagai hal yang salah atau tidak pada tempatnya,” demikian Robertson sebagaimana dikutip oleh CNN International.
PM Singapura mendukung RUU ini dan dipastikan parlemen juga akan meloloskannya.
Sumber: CNN International