CINTA itu mempesona hati dan mampu mengubah perilaku orang: dari ‘tidak baik’ menjadi lebih baik dan meninggalkan habitus lama yang buruk. Baby Miles (Ansel Elgort) mengalami ‘mukjizat’ personal itu setelah mengenal Debora (Lily James), perempuan pramusaji di sebuah kafe jalanan yang telah membuat hati Baby ‘terbuai’ oleh cinta kilat.
Pertanyaannya, apa yang telah membuat Baby itu sekonyong-konyong ingin ‘bertobat’ dan menjadikan hidupnya lebih berarti di kemudian hari?
Pengalaman traumatik
Baby ini bukan sembarang pemuda, melainkan sosok manusia yang mengalami ‘keterpecahan’ pribadi karena pengalaman masa buruk di masa kecilnya: tidak mengalami cinta semestinya dari kedua orangtuanya. Insiden tragis yang membuat ibunya meninggal dunia lantaran tabrakan mobil menyisakan duka mendalam dan itu sangat membekas di relung hatinya yang dalam.
Saat masih kecil, hanya cinta ibunya dia rasakan, sementara figur ayah tidak terlalu mengesankan di hati. Apalagi kematian ibunya menabrak itu terjadi karena kena amarah ayahnya sehingga konsentrasinya menyetir buyar dan dalam sekejap …braaak mobil yang mereka tumpangi menabrak benda keras dan kedua orangtuanya tewas. Sejak itu, pengalaman ‘dikasihi-mengasihi’ terjadi bersama Joseph (CJ Jones), ayah angkatnya yang bisu tuli.
Pengalaman traumatik dan autisme
Pengalaman tabrakan itu membuatnya traumatik. Sejak itulah, Baby menjadi manusia solitaire, hidup dalam ‘dunianya sendiri’ dan amat menikmati jenis musik tertentu yang tersaji dalam iPod. Ia juga suka melakukan hal-hal yang tidak ‘biasa’ yakni merekam suara orang dan kemudian membuat versi ‘daur ulangnya’ sesuai keinginan yang benar-benar freaky.
Dunia ‘diri sendiri’ yang berciri autis inilah keseharian Baby yang sulit dimengerti banyak orang, kecuali oleh ayah angkatnya Joseph. Namun di balik segala keanehan itu dan lazimnya orang autis, ada ‘nilai lebih’ yang tidak dimiliki orang lain: Baby sangat cerdas menyimpan memori dan piawai mengemudikan mobil secara ekstrim.
Sayang bahwa kelebihan istimewa ini jatuh ke tangan yang salah. Baby diperalat oleh Doc (Kevin Spacey) –pimpinan sindikat kriminal—untuk aksi perampokan. Tugas utama Baby adalah membawa para perampok itu dalam mobil menuju tempat sasaran dan kemudian secepat mungkin melarikannya agar selamat dari kejaran polisi.
Dalam beberapa kasus ia berhasil, sampai akhirnya benar-benar harus ‘berurusan’ dengan polisi dan kawanan penjahat yang hendak membunuh Deborah.
Nah, jalinan cinta kilat dengan Debora inilah yang menjadikan Baby meletup emosinya untuk ‘bertobat’ kembali ke jalan yang benar: meninggalkan komplotan Doc dan kemudian ingin membina relasi yang sehat dan baik dengan Deborah –apa pun risikonya.
Film Baby Driver (2017) besutan sutradara Edgar Wright memang bicara panjang lebar tentang sosok Baby Miles yang super freaky ini. Gambar sorot tentang pribadi manusia yang ‘autis’ dan cenderung hidup ‘dalam dunianya sendiri’ itu direpresentasikan oleh Baby dengan ‘hepinya’ dia menikmati suguhan musik di perangkat iPod melalui earphone yang senantiasa menempel di kedua kupingnya. Musik, earphone, dan iPod adalah ‘dunia keseharian’ Baby. Tanpa hal itu, ia akan menjadi seperti layang-layang tanpa angin; melayang lesu dan kemudian jatuh limbung tak bertenaga. Dan persis itulah Baby, ketika tiba-tiba orang lain dengan paksa mencopot perangkat musik itu dari kedua telinganya.
Namun, pada sisi lain Baby yang super pemurung nan freaky itu tiba-tiba mampu menunjukkan gairah hidupnya, manakala mengalami sentuhan cinta yang lahir dari persentuhan relasional dengan orang lain. “Dewi Penyelamat’ itu adalah Debora, sang pramusaji, dan ayah angkatnya yang mengalami bisu tuli bernama Joseph.
Sekali lagi, meski banyak adegan kebut-kebutan layaknya Fast dan Furious, film anyar Baby Driver ini rasanya lebih cocok bicara tentang kisah anak manusia yang hidupnya tak mudah diselami orang lain karena pengalaman buruk masa lalu. Yang menyembuhkan ‘luka batin’ itu tiada lain adalah pengalaman dikasihi dan mengasihi orang lain. Singkat kata, cinta kasih membebaskan manusia dari ‘kuasa dendam’ dan menyembuhkan hati dan nurani manusia dari luka-luka batin yang tidak kasat mata namun mempengaruhi perilakunya sehari-hari.
Sudah pastilah bahwa luka-luka batin itu perlu ‘disembuhkan’ agar manusia mampu ‘berdamai’ dengan dirinya sendiri dan akhirnya dengan orang lain. Film Baby Driver dengan gemilang menyuguhkan perjalanan batin seorang manusia freaky tersebut.