- Bacaan 1: 2Tes. 3:6-10.16-18
- Injil: Mat. 23:27-32
Badut itu merupakan ekspresi seni, tidak selalu mempertontonkan hal-hal lucu namun juga tindakan bodoh. Mukanya selalu dilabur.
Seperti misalnya “badut politik”, suatu kekonyolan yang kadang membuat orang melihat bisa tertawa. “Badut Politik” menunjukkan perilaku konyol dimana ia berusaha tampak pintar dan sempurna namun gagal karena ia memang buruk.
Penampilan luar “dipoles” agar nampak menarik, tapi sejatinya “busuk”.
Dalam iman, ternyata juga ada “badut iman”. Ini dikritik sendiri oleh Tuhan Yesus atas perilaku para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang munafik.
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.
Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.”
Bagi orang Yahudi, menginjak makam (meski tidak sengaja) membuat mereka menjadi najis. Maka untuk menghindari hal itu, setahun sekali mereka mengecat kuburan agar terlihat siang dan malam sehingga tidak terinjak. Terutama saat menjelang Paskah.
Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi disindir Tuhan Yesus hanya mementingkan “pencitraan” hal-hal lahiriah namun batiniahnya busuk. Kehidupannya penuh dengan kebohongan, ketidakselarasan antara yang terlihat dan yang ada di hati.
Tidak peduli pada sesama, pada para janda, kaum lemah, miskin, dan terpinggirkan.
“…jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.”
Demikian sindir Rasul Paulus terhadap sebagian jemaat Tesalonika yang menyalahartikan ajaran “Parousia”-nya. Parousia adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua di dunia untuk menjemput umat-Nya di akhir zaman.
Kata “menanti” disalahartikan, ongkang-ongkang tidak bekerja dan hanya menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang mereka pikir akan datang pada zaman mereka. Tentu tidak demikian, Rasul Paulus sendiri memberi teladan terus bekerja siang dan malam sambil menantikan “Parousia”.
Mungkin dimata Paulus, mereka tampak seperti “badut iman”. Tampak bagus dan relijius tapi konyol.
Pekerjaan yang kita lakukan juga terarah pada Tuhan dan mulia karena untuk menghidupi keluarga. Sehingga pekerjaan kita itu juga kudus, kecuali “dikotori”.
Pesan hari ini
Apakah saya juga “badut iman”?
Tampak bersih dan relijius di bagian luar namun busuk di dalam hati, pikiran dan jiwaku?
“Ucapan kadang seperti balon warna-warni, indah tapi isinya angin.”