RAJA Ahaz secara politis dalam kondisi terjepit. Dua tetangganya, Aram dan Israel hendak menyerang kerajaannya (Yesaya 7:6). Tuhan mengirim Yesaya untuk menyampaikan pesan bahwa Ahaz tidak perlu takut, tetapi mesti percaya kepada Tuhan yang menyertai dia (Yesaya 7:9).
Bahkan melalui Yesaya, Tuhan bersabda agar Ahaz meminta tanda dari Tuhan. Namun Ahaz menolak katanya, “Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai Tuhan.” (Yesaya 7:12).
Bukankah Tuhan yang meminta, mengapa Ahaz menganggapnya sebagai mencobai Tuhan? Sikap itu menunjukkan bahwa Ahaz tidak mau mengandalkan Tuhan, tetapi malah meminta bantuan dari manusia, yakni raja Asyur.
Karena itu Tuhan Allah memutuskan untuk memberikan tanda bahwa Dia menyertai umat-Nya. “Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamai Dia Imanuel.” (Yesaya 7:14).
Injil hari ini (Lukas 1:26-38) mewartakan tentang kunjungan Malaikat Gabriel ke rumah Maria di desa Nasaret. Dia menyampaikan pesan Tuhan yang menyertai umat-Nya dalam Putera-Nya yang akan dilahirkan oleh Perawan Maria.
Berbeda dari Ahaz, Maria mendengarkan dengan penuh perhatian sambil melihat dirinya. Maka dia berkata, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Lukas 1:34).
Sebelum melihat tanda dari Tuhan itu terwujud, Maria telah menyatakan iman dan ketaatannya kepada Tuhan. “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataanmu.” (Lukas1:38).
Sikap percaya dan siap sedia Maria menjadi jalan lebar bagi Tuhan untuk menyelesaikan rencana-Nya. Itu membawa keselamatan bagi dunia. Sebaliknya, sikap menolak dari Raja Ahaz berujung negerinya diserbu oleh raja Asyur (Yesaya 8:5-8). Bantuan politis sering berujung pada krisis.
Peristiwa kedatangan Sang Imanuel makin mendekat. Tuhan segera menyelamatkan umat-Nya.
Bagaimanakah kita menerima pesan Tuhan itu? Apakah kita menutup diri seperti Ahaz atau terbuka seperti Perawan Maria?
Rabu, 20 Desember 2023
Alherwanta O.Carm