Bagaimana Pastor Keluar dari Kenyamanan?

8
4,205 views

Agar bisa keluar dari zona nyaman, Yesuit harus mendapat perutusan. Perutusan tidak selalu sesuai dengan keinginan pribadi. Kendati  memang ada yang pilih-pilih.

Demikian disampaikan Romo Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ pada sebuah seminar atas pernyataan peserta tentang pentingnya keluar dari zona nyaman bagi Yesuit dan para imam dalam Gereja Katolik. Adapun bagi para awam yang membentuk hidup keluarga, justru  wajib berusaha hidup nyaman. “Keluarga harus berusaha mencukupi kebutuhan hidup, makan cukup, pendidikan yang baik,terjamin  kesehatannya, dan sebagainya,” tegas Romo Magnis. Namun juga diingatkan bahwa jalan hidup umat Gereja adalah jalan salib. Rajin berdoa dan rajin ke Gereja tidak otomatis membuat umat hidup berkelimpahan.

 

Pembicaraan di atas mengemuka dalam Seminar terbuka Latihan Rohani yang berlangsung di Kolese Kanisius, 23 Juni 2012. Seminar yang dihadiri sekitar 80 peserta dari berbagai kalangan umat ini  diadakan atas inisiatif PERHATI (Perkumpulan Harapan Tunas Indonesia) dan menghadirkan Romo Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ dan Dr. Deshi Ramadhani, SJ, sebagai pembicara. Keduanya dosen STF Driyarkara Jakarta. Sumber ketiga dari kalangan awam, yakni Boen Kosasih, yang pernah retret Latihan Rohani selama sebulan. Acara ini dimoderatori oleh Romo In Nugroho, SJ dari Kolese Kanisius Jakarta.

 

Seminar ini menjadi salah satu mata rantai gerakan Yesuit provinsi Indonesia untuk membentuk jaringan, yang diharapkan ikut memikirkan dukungan bagi karya-karya Serikat Yesus di Indonesia. Selanjutnya, PERHATI akan mengadakan acara retret/rekoleksi dengan tema “Memberikan diri untuk Misi Rekonsiliasi” pada hari Sabtu, 28 Juli 2012 dan “Fund Raising is about restoring the web of relationships” pada hari Sabtu 17 November 2012 di Jakarta. Sedangkan di Yogyakarta juga akan diadakan acara yang sama masing-masing pada hari Minggu, 29 Juli dan Sabtu, 24 November.

 

Diutus di Tengah Dunia Yang Terpecah

Baik Romo Magnis maupun Romo Deshi  menekankan pentingnya Yesuit hidup dan berjuang di tengah-tengah dunia yang penuh ketegangan dan terpecah. Serikat Yesus adalah kumpulan para sahabat yang merasa terpanggil untuk melakukan tugas perutusan kendati merasa sebagai pendosa.

“Api yang menggerakkan Yesuit dalam melakukan karyanya di tengah dunia adalah Latihan Rohani Santo Ignatius,” jelas Boen Kosasih, seorang awam yang pernah mendapat kesempatan retret ala Latihan Rohani Santo Ignatius selama sebulan pada bulan Desember 1973. Dalam retret itu, selain diberikan latihan berdoa dan pemeriksaan batin, juga diberikan berbagai “ilmu dunia” seperti manajemen, debat, dsb. Turut serta dalam kaderisasi itu berbagai tokoh seperti Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, dan Anton Mulyono. “Yesuit berada di balik berbagai kebijakan jaman Orde Baru seperti Repelita, Undang-Undang Perkawinan, dan Asas Tunggal,” jelas Boen.

 

Boen menjelaskan berbagai karya Yesuit di Indonesia, antara lain karya pendidikan, sosial, dan media. Karya bagi orang muda juga disebut, di antaranya YCS (Young Catholic Student) dan Magis. Karya yang tergolong baru bernama Bentara (Beriman dan Bhakti pada Bangsa dan Negara), yakni semacam retret dan kaderisasi bagi kaum muda selama sebulan. Kegiatan ini rencananya diadakan dua kali dalam setahun, yakni bulan Juli dan Desember. Para Yesuit yang terlibat dalam karya ini antara lain Romo BS. Mardiatmadja, SJ, Romo Herry Priyono, SJ, dan Romo Heri Wijayanto, SJ.

8 COMMENTS

  1. Bukankah nyaman itu ada 2 macam , yang dari Tuhan dan yang dari dunia . Yang dari dunia jelas dikejar oleh semua orang ,apalagi di zaman modern. Latihan rohani mengingatkan kita untuk menolak kenyamanan tipe ini , tanpa kenyamanan dari Tuhan .
    Apalagi segala masalah dunia yang membawa kehancuran dunia , kehancuran kemanusiaan , kegagalan bangsa , kerusakan Gereja datangnya dari ” mengejar kenyamanan dunia ” .
    Apakah Latihan Rohani juga sepantasnya mengajarkan untuk menempel kepada kekuasaan , kekayaan dan kehormatan dunia ; ataukah kita seharusnya memilih kerendahan hati , kesederhanaan , dan menemukan Allah dalam setiap sosok manusia siapapun juga . Dan pada akhirnya kita bisa menjaga dunia ini tetap seperti sebelumnya Baik dan Indah sesuai kehendak Allah .

  2. Untuk awam, Harapan yang bagus; menjadi Katolik dan hidup berkelimpahan. Salib memang harus dipanggul, tetapi dipanggul dalam sukacita dan tanpa kekurangan….mungkihkah?
    Iman yang hidup akan membuat umat Katolik berkecukupan…tak boleh menjadi Katolik yang tidak banyak jumlahnya ini…miskin. Kemiskinan membuat minder dan tidak berkembang.
    Untuk Pastor, nyaman di hati, nyaman di hadapan Allah, nyaman pada komitmen batin dan perilaku penggembalaan …dinikmati aja dalam kesadaran adikodrati yang memang dicari dan dihidupi.

  3. Menurut Azas dan Dasar dalam buku Latihan Rohani disebutkan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan (atau hanyalah)sarana untuk memperoleh keselamatan jiwa. Oleh karena itu orang Katolik sebaiknya kaya raya supaya dapat menolong banyak orang yang berkekurangan; menjadi pemimpin supaya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik (*mungkin seperti Jokowi…hehehe), pokoknya segala posisi yang bisa menjadikan lebih mampu berguna secara positif bagi sesama, yang berarti semakin banyak orang yang memuliakan Tuhan.
    Semoga semakin banyak orang katolik yang menjadi orang sukses.

  4. Pak Gatot , Harapan anda banyak ditemui di masyarakat Kaya Katolik Indonesia; salibnya juga dipanggul ditaruh di atas mobil mercy. Yesus yang miskin jelas pikirannya paling terang . Budha meninggalkan segalanya dan mencapai pencerahan .
    Pak Hardjono jelas baca buku Latihan Rohani Palsu : Yang asli : Kekuasaan ,Kekayaan dan kehormatan dunia membawa keangkuhan , tidak ada kerendahan hati dan membawa manusia menuju kejahatan. Melayani itu melakukan pekerjaan sederhana / rendah bagi sesama tujuan utamanya justru guna yang melayani dapat menanggalkan kelekatan dunia memperoleh kerendahan hati . Lihatlah cara orang kaya katolik melayani: pesta pora di hotel ” charity night” katanya , semuanya semu dan penuh dengan kemunafikan .

  5. sy seorg awam,,,tpi sempt berada di lingkungn seminari menengah,,wawasan sy tentg kehidupn pastoral jg gag seberapa,,tpi sebagai umat yg cukup peduli dgn semngt kekatoliakan terutma di tempt sy di flores yg mayoritas katolik,,,izinkan menyetujui klo emng kekatolikan kita terpusat di rohaniwan seolah2 kaum awam pelengkap..di tempt sy awam jarang sekali diberdayakan dalam kehidupn rohani,,kebanyak imam tugasnya cuma sebagai pemimpin misa dan sakramen2 tak lebih,,,bnyk keluhan umat yg mereka tidk paham karna pastur jrg berada dan share dgn umt,,sebagian terpusat pd kesibukannnya di paroki, gmn seharusnya umat dan pastu dlm kondisi seperti…..di satu sisi,msuknya pengaruh keyakinan lain(agama) di mayoritas di flores ckup membhayakan di saat kondisi iman dan permasalah lain yg cukup parah ini,,mohon solusi dan dishare,, ini bukn kritikan tapi kenyataan demiakian..

  6. Melayani secara katolik tidak harus menunggu berduit dan serba berkecukupan atau kaya raya. Melayani sesama kita mempunyai contoh kongkret yaitu Yesus sendiri. Ia sebagai manusia tidak punya tempat untuk membaringkan raganya.Jadi melanayi harus bersumber dan berdasarkan cinta kasih. Apa maksudnya ? Melayani itu harus merupakan wujud nyata perbuatan iman yang merupakan rasa syukur kita atas iman kepada Allah yang kita terima melalui Yesus dan para muridnya. Jangan melayani sesama kalau belum dapat melayani diri sendiri. Khusus Pak Paulus sutino : Mudah-mudahan itu hanya medianya saja niat tulusnya mudah-mudahan baik. Bagi Pak Tetet: ya sedih juga situasi yang Bapak hadapi tetapi begini bila bapak mau ikut ambil pelayanan bentuk komunitas dilingkungan Bapak, Berdayakan umat agar saling meneguhkan. Usahakan setiap umat katolik dirawati atau diopeni dan diwongke(Jawa)agar partisipasi warga makin solid. Jangan hanya mengeluh Pasturnya ini itu. Coba kita sebagai komunitas bertanggung jawab di lingkungan kita.IsyaKristus umat Katolik terselamatkan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here