BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN
Jumat, 25 Juni 2021
TEMA: Itu Yang Terbaik
- Bacaan Kej 17: 1. 9-10, 15-22.
- Mat. 8; 1-4
TANPA banyak bertanya Yesus menyembuhkan. Hanya karena percaya dan berkata, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”
Yesus mampu memandang jauh ke dalam hati perempuan itu. Ia mengerti keinginan terdalam lubuk hatinya untuk dimengerti, diampuni dan dibebaskan.
Tuhan bertindak. Hati-Nya terharu dan berbelas kasih. Kenajisan diakhiri. Penyingkiran dihentikan. Kehinaan dan keberdosaan dipatahkan.
Ia kembali menjadi ciptaan baru. Ia dimuliakan, dikembalikan sebagai anak kesayangan Bapa Surgawi.
Bukankah berkat Allah selalu ada dan tersedia. Berkat tidak bersyarat, selalu ada dan tercurah bagi setiap hati. Bagi mereka yang hidupnya jauh dari Tuhan pun, dijanjikan.
Berkat itulah isi hati Allah. Hati yang mencintai. Hati yang tanpa lelah hanya bisa mengampuni. Hati yang terbuka bahkan dilukai.
Bukti nyata dari kasih Allah yang tanpa lelah dan tak pernah kalah adalah salib. Di dalam dan melalui salib, itulah kita di tumbuh-kembangkan sebagai putera-puteri terang.
Lewat salib, kita diikut-sertakan dalam karya pengudusan Gereja. Lewat salib masing-masing ambil bagian dalam dan demi kebaikan bersama.
Sebuah kerinduan
“Bapak ingin menyaksikanmu ditahbiskan.”.
Seorang bapak merindukannya. Ia telah berjuang demi keluarga, demi iman dan gereja-Nya.
Sadar akan pengutusannya.
Demi keluarga, ia tak kenal lelah berusaha untuk mencukupi keluarganya dengan rezeki. Tak ada sedikit pun keluh lelah. Memang semasa hidupnya tidak termasuk keluarga yang berlebihan, sederhana tapi cukup.
Kendati kadang-kadang terkesan harus mengatur sana-sini bahkan mengencangkan ikat pinggang pada saat-saat tertentu. Namun sepeninggalnya “warisan”yang lebih dari cukup untuk hidup sederhana bagi anak-anaknya diberikan.
Teringat pada suatu malam, ketika ia masih bekerja dengan membuat laporan di meja kecil dengan mengetik.
“Jangan malam-malam tidurnya, Pak. Nanti sakit,” kata isterinya dan langsung tertidur didekatnya.
Pemandangan itu memberi arti tersendiri. Sebuah cinta dan pengorbanan. Menemani.
Demi iman, dibangunlah sebuah bangunan baru, keluarga dalam iman Kristiani. Mereka menjadi Katolik.
Semua anak-anak dibaptis secara Katolik sedari bayi. Sebuah keyakinan tak tergoyahkan, kepercayaam utuh bahwa seluruh keluarga dipersembahkan kepada Tuhan. Setiap hari Minggu semua anak-anak bersama-sama ke gereja dan duduk satu deretan.
Setiap anak masing-masing diberi uang untuk kolekte.
Sepulang dari gereja mereka Langsung ke pasar untuk berbelanja. Anak-anak ikut masuk ke dalam pasar sebecek apa pun, belajar mengenal bahan-bahan makanan, harga dan proses tawar-menawar.
Tentu setelah itu membawa barang yang dibeli.
Kalau ada rezeki mereka makan di restoran. Sebuah inggu yang menyenangkan.
Demi Gereja, ia menjaga dan membela Gereja, para romo, para suster dari orang-orang yang tidak suka.
Masih terngiang kata-kata yang tidak bersahabat dilontarkan kepada pastor dan suster. Semua diatasi dengan caranya sendiri sebagai seorang abdi di negara, TNI.
Dan ketika memasuki masa pensiun, ia pun diminta untuk menjadi dewan paroki beberapa periode. Hubungan keluarga dengan para romo dan para suster sungguh sebuah hubungan yang dekat, akrab, saling mengerti dan saling memberkati.
Sebuah relasi yang saling menguduskan.
Ia ingin di akhir hidupnya, sebelum dipanggil pulang ke rumah Bapa dengan tenang dan damai melihat perayaan tahbisan salah satu puteranya.
Setiap orang boleh punya rencana namun Tuhan yang menyempurnakan.
Tuhan tahu yang terbaik
Menjelang malam Natal, ia telah dipanggil Tuhan untuk menyaksikan tahbisan puteranya dalam rumah Bapa di surga.
Sebuah kisah hidup seorang anak Tuhan yang telah berjuang memenuhi panggilan dan perutusannya untuk apa ia diciptakan. Bdk. Ul 34: 4
Sama seperti si kusta sujud menyembah, keluarga besar ini juga sujud menyembah Tuhan Yesus, Sang Penebus.
Tuhan, Engkau telah melukiskan namaku di telapak tangan-Mu. Amanlah aku dalam naungan-Mu. Amin.