Kisah Menara Babel (Kejadian 11:1-9) mengakhiri kisah penciptaan dan jatuhnya manusia ke dalam dosa. Bab berikutnya, Kejadian 12, berbicara tentang panggilan Abraham. Tuhan membentuk umat yang baru lewat perjanjian-Nya dengan Abraham.
Ada satu pertanyaan dalam kisah Menara Babel. Manusia mendirikannya agar mereka bersatu dan tidak terserak-serak (Kejadian 11: 4).
Namun, Tuhan mengacaubalaukan bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti bahasa masing-masing (Kejadian 11: 7).
Mengapa Tuhan melakukan hal itu?
Ternyata, karena upaya mereka itu menunjukkan kesombongan manusia. Menara itu mencapai langit (Kejadian 11:4).
Dengan ambisinya sendiri manusia mau mencapai Tuhan. Manusia mengandalkan diri sendiri; bukan Tuhan. Inilah kesombongan.
Kesombongan merupakan salah satu dosa yang memecah belah. Karena kesombongan itu manusia terpisah dari Tuhan.
Kesombongan juga memutus relasi manusia dengan sesamanya.
Pembangunan Menara Babel itu bagian dari pembangunan suatu kota. Rupanya, kisah ini juga menjadi kritik atas budaya kota (waktu itu) yang diwarnai dengan kesombongan dan perpecahan, karena di sana manusia tidak kenal satu sama lain. Individualistik.
Kini, kesombongan itu mudah dijumpai di mana, mulai dalam diri pribadi, keluarga, negara, hingga dunia. Intinya, manusia merasa mampu mengatur dan menentukan sendiri nasibnya. Dia tidak peduli kepada Tuhan dan sesamanya.
Kesombongan itu bahasa yang menceraiberaikan.
Perpecahan demi perpecahan terus terjadi, karena dosa kesombongan. Akibat yang paling parah adalah perang yang menghancurkan hidup manusia. Dengan kekuatannya sendiri manusia tidak mampu memulihkan kondisi dirinya.
Hanya karena kuasa Tuhan manusia bisa bersatu kembali. Itulah yang terjadi dalam mukjizat Pentakosta. Roh Kudus membuat mereka yang berbeda bahasanya saling mengerti satu sama lain.
Orang dipersatukan dalam Kerajaan Tuhan. Mereka yang ingin menjadi bagiannya mesti mengikuti Yesus yang menderita sengsara, wafat, dan bangkit (Markus 8: 34).
Jumat, 17 Februari 2023