Sabtu 27 Juli 2024.
Yer 7:1-11.
Mzm 84:3.4.5-6a.8a.11.
Mat 13:24-30
JAHAT dan baik tentunya selalu berjalan beriringan dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, kejahatan bisa dilakukan siapa saja baik dengan tindakan atau pun ucapan.
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita harus berhadapan dengan individu yang mampu menyajikan wajah yang berseri-seri di depan kita. Tetapi tanpa disadari, mereka mengenakan topeng kebaikan yang rapuh.
Sikap jahat meski dipoles dan disembunyikan akan tampak juga aslinya. Perilaku pura-pura biasanya mendatangkan dampak negatif bagi diri pelakunya. Perasaan kecewa, marah, sedih, atau pun emosi yang memuncak bisa menyelimuti hati, tatkala mengetahui fakta bahwa sesama telah berbuat jahat terhadap kita.
“Tidak perlu meremehkan dan mengadili orang yang salah di depan orang lain,” kata seorang bapak.
“Saya tahu dengan kesalahan yang telah dia perbuat, banyak orang dirugikan. Saya bisa saja memecat dia, namun saya usahakan untuk bicara dari hati ke hati dengannya tanpa harus mempermalukannya.
Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Saya tidak ingin berfokus pada kekurangannya, namun pada potensi kebaikan yang bisa dia kerjakan.
Setelah kami bicara berdua, dia menunjukkan grafik kinerja dan sikapnya yang cenderung bergerak ke arah positif. Dari kejadian ini, saya belajar bahwa baik dan buruk bisa menyatu dalam diri manusia,” tegasnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi.”
Perumpamaan yang Tuhan Yesus sampaikan mengajarkan kita tentang realitas kehidupan di dunia ini, di mana kebaikan dan keburukan sering kali berada berdampingan. Kita mungkin berharap dunia ini sepenuhnya baik dan tanpa noda. Tetapi kenyataannya adalah bahwa kebaikan dan keburukan sering kali bercampur.
Ketika keburukan atau ketidakadilan tampak merajalela di sekitar kita, kita diingatkan untuk tidak terburu-buru dalam menghakimi atau bertindak. Kesabaran ini bukanlah sikap pasif, melainkan pengertian bahwa proses pembersihan dan penilaian akhir adalah hak prerogatif Tuhan.
Kita dipanggil untuk terus melakukan kebaikan dan tetap setia pada panggilan kita, meskipun kita melihat kekurangan di sekitar kita.
Hanya Tuhan yang memiliki wewenang untuk memisahkan kebaikan dari keburukan pada akhirnya. Dalam kehidupan kita, mungkin kita merasa tertekan oleh situasi yang tidak adil atau sulit.
Namun, kita diajak untuk mempercayai bahwa Tuhan memiliki rencana dan waktu-Nya sendiri untuk menyelesaikan segala sesuatu. Keadilan Tuhan akan terwujud pada waktunya, dan kita hanya perlu menjaga iman dan kesetiaan kita kepada-Nya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bisa tumbuh bersama dengan orang yang dicap jahat dalam hidupnya?