Bakti Sosial

0
210 views
Ilustrasi: Anak-anak dari permukiman miskin. (Ist)

Renungan Harian
Senin, 15 November 2021
Bacaan I: 1Mak. 1: 10-15. 41-43. 54-57. 62-64
Injil: Luk. 18: 35-43
 
BEBERAPA waktu yang lalu, saya mendampingi para mahasiswa untuk menjalani bakti sosial di sebuah perkampungan amat sederhana, bahkan dapat disebut kumuh di pinggir ibukota.

Acara bakti sosial diisi dengan memberi pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan sunatan massal dan memberikan bantuan sembako untuk warga setempat.

Bakti sosial berjalan dengan baik dan yang menyenangkan adalah para mahasiswa itu dapat berinteraksi dengan warga. Mereka dapat mendengarkan keluhan warga dan melihat kondisi warga di perkampungan itu. 

Pada saat perjalanan pulang ada seorang mahasiswi berkata:

“Frater, saya baru tahu kalau ada perkampungan seperti itu dan orang hidup dengan memprihatinkan. Saya baru mengerti bahwa pengasong, tukang semir dan mengumpulkan sampah itu pekerjaan yang menghidupi mereka.”

Saya agak terkejut dengan perkataannya, karena sudah mahasiswi baru tahu tentang kenyataan yang ada di sekitarnya.

Namun saya juga mengerti bahwa dia bersikap seperti itu. Sejak kecil, ia hidup dengan kemewahan, ke mana-mana selalu naik mobil dan hampir tidak banyak bersosialisasi.

Agak memprihatinkan, tetapi saya bersyukur bahwa dia pernah ikut baksos.
 
“Frater, boleh gak kalau nanti saya main ke tempat itu lagi? Frater punya kenalan orang di situ?” tanyanya.

“Pasti boleh, dan itu baik kalau kamu mau main ke sana. Nanti saya kenalkan dengan teman yang banyak melayani di situ,” jawab saya.

Dan beberapa waktu kemudian, mahasiswi itu banyak terlibat di kampung itu.

Ia mengajar anak-anak. Ia membantu sanitasi dan banyak mengajak teman-temannya untuk membantu di kampung itu.

“Frater, saya selama ini seperti orang buta yang tidak tahu tentang keadaan di sekitar saya. Baksos waktu itu sungguh-sungguh membuka mata saya. Dan semakin saya banyak main ke sana semakin saya tahu kesulitan dan penderitaan mereka.

Namun saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengubah itu. Tetapi saya bersyukur boleh berteman dengan mereka dan sekedar membantu mengajar anak-anak di sana,” kata mahasiswi itu beberapa bulan kemudian.
 
Setelah selesai kuliah, ia tetap memberi pelayanan di tempat itu.

Meskipun sudah sibuk dengan pekerjaan dan kuliah lanjutan tetapi selalu menyediakan waktu untuk datang ke kampung itu.

Ia menemukan penghiburan dan kebahagiaan dalam pelayanan di tempat itu. Bahkan ia mengatakan, berteman dengan mereka membuat dirinya menemukan arti hidup.
 
Pengalaman sederhana mahasiswi itu, mengingatkan saya bahwa dalam banyak hal saya buta atau dibutakan sehingga tidak mudah untuk melihat sesuatu menggerakkan saya untuk semakin terlibat mengikuti Tuhan.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, orang buta itu mohon agar bisa melihat.

Saat bisa melihat, ia kemudian mengikuti Yesus. Dengan melihat, ia menemukan sesuatu yang menggerakkan dirinya sehingga membuat keputusan untuk ikut Yesus.
 
Bagaimana dengan aku?

Apa yang ingin kulihat?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here