MALAM berlalu lambat sekali
Seakan tak rela berganti hari
Putaran bumi seolah berhenti
Tanpa berisik angin nan sunyi
Embun lenyap terpapar mentari
Menambah senyap hati kian sepi
Iringi jiwa merana di lubuk hati
Menanti kapan duka mau pergi
Para murid Yesus masih berduka
harapan mereka sia-sia belaka
Sang Guru mati terhina sisakan luka
merasa tak berdaya, dan durhaka
Petrus tak habis menyesali diri
Tak bernyali bak satria sejati
Bahkan tuk sekedar unjuk gigi
Justru tiga kali ia menyangkali
Hidupnya kini terasa tak berarti
Hanya salahkan diri dan menyesali
Di hati ia rindu rela jadi pengganti
Dihukum mati hingga di salib kalvari
Ia tak sanggup menerima dirinya
Hari kemarin ia tak mengikutinya
Takut kalau orang melihatnya
Malu atas kata dan kelakuannya
Bunda melihat Petrus menyendiri
Dalam iman ia ingin meyakinkan
ingatlah pengalamanmu selama ini
gurumu tak pernah beri hukuman
“Petrus, cobalah untuk percaya.”
Guru kuatkan orang tak berdaya
semua kan indah pada waktuNya
demi menyatakan kemuliaanNya
Bunda Maria memang berduka
Menerima jenazah putera tercinta
Tapi sebagai ibu ia justru bangga
Atas niat dan tekatnya sang Putra
Ia rela dan sedia mati terhina
Demi cinta pada Bapa dan kita,
Bunda ingat kisah sejarah bangsanya
Sejarah kasih setia Tuhan ke umatNya.
Abraham yang sedia menyerahkan anaknya
Ia dipilih jadi bapa bangsa karna ketaatannya
Yusuf dihina dan dijual oleh saudaranya
ia jadi penyelamat saudara dan sesamanya
Kisah kasih Allah yang Bunda percaya
Allah Abraham, Allah Yusuf Allahnya juga
Allah yang sama kan selamatkan Putera
Hingga rencana-Nya semua jadi nyata.
Sabtu Sepi 2020