Renungan Harian
Senin, 31 Januari 2022
PW. St. Yohanes Bosco, Imam
Bacaan I: 2Sam. 15: 13-14. 30; 16: 5-13a
Injil: Mrk. 5: 1-20
BEBERAPA tahun yang lalu, kami mencari tukang las untuk memperbaiki pintu pagar yang rusak. Salah seorang umat mengusulkan untuk memanggil tukang las langganannya; yang menurut dia hasil kerjanya halus dan bagus.
Kami setuju dengan usul tersebut dan minta tolong umat tersebut untuk menghubungi tukang las.
Esok hari, pagi-pagi kira-kira pukul 6.30 datang ke pastoran seorang bapak. Badannya tegap, penampilan bersih. Tetapi tangannya penuh dengan tatoo, bahkan lehernya juga ada beberapa tatoo.
Saya berpikir ada keperluan apa bapak ini, karena dalam otak saya: “Jangan-jangan bapak ini preman dari ormas tertentu”.
Saat bertemu dan berbincang, bapak itu tutur bahasanya halus dan sopan sehingga kesan bahwa dia preman langsung hilang.
Bapak itu memperkenalkan diri bahwa dia adalah tukang las yang diundang.
Setelah berbincang sejenak, saya jujur mengatakan kepada bapak itu: “Pak, maaf saat bapak tadi datang, saya kira bapak preman dari mana sehingga saya agak takut tadi.”
Bapak itu tertawa dan menjawab: “Bapak Romo, tidak salah kalau menduga seperti itu; banyak orang yang bertemu saya kesan pertama yang muncul sama seperti yang Bapak Romo sampaikan. Dan memang sesungguhnya saya dulu preman jalanan.
Pada masa itu, saya hidup di jalanan. Dan pekerjaan saya mengutip uang keamanan ke pedagang-pedagang yang punya lapak di pinggir jalan dan di dalam pasar.
Uang yang saya dapat habis untuk judi dan minum. Pokoknya hidup saya tidak jelas dan tidak ada tujuan.
Sampai suatu saat ada razia dari dinas sosial dan kepolisian, saya ditangkap dan kemudian saya dibawa ke BLK. Awalnya saya berontak, karena saya merasa tidak butuh untuk ikut latihan kerja.
Saya merasa bahwa saya sudah nyaman hidup di jalanan.
Maka saya kabur dan kembali ke jalanan. Berkali-kali saya kabur-kaburan, sampai saya diancam kalau kabur lagi, maka saya akan dipenjara.
Karena saya takut maka saya terpaksa ikut latihan kerja. Di situlah saya diajari mengelas. Dan setelah dinyatakan lulus, saya dapat sertifikat dan yang lebih menggembirakan saya mendapatkan seperangkat alat las dan modal usaha.
Saya merintis usaha kecil-kecilan dan berkat dari yang di atas usaha saya semakin besar. Dorongan para pendamping di BLK membuat saya berani menekuni usaha ini.
Dan yang paling penting saya menjadi sadar dan tahu bahwa selama ini hidup saya sama sekali tidak berarti. Begitulah Bapak Romo, kisah saya.”
Banyak orang mengalami situasi seperti bapak itu. Merasa diri tidak bermasalah, merasa diri sudah nyaman padahal hidupnya terbelenggu.
Terbelenggu oleh kemiskinan, terbelenggu secara moral dan semacamnya. Namun kita diberi tahu dan dibantu justru menolak dan memberontak karena merasa terusik kenyamanannya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus, orang kerasukan setan yang terbelenggu itu berontak namun saat dibebaskan dia justru mewartakan Kabar Gembira.
“Beritahukanlah kepada mereka segala yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu, dan ceritakanlah bagaimana Ia telah mengasihani engkau.”