Jumat, 22 Oktober 2021
- Rm. 7:18-25a
- Mzm.119:66.68.76.77.93.94
- Luk.12:54-59
AWAL bulan Oktober 2021 lalu, saya berkesempatan berkunjung ke Kabupaten Kapuas Hulu.
Saya rencananya ingin ambil waktu beberapa hari di situ. Namun Kota Putussibau di ujung hulu Sungai Kapuas telah lumpuh, karena banjir. Hingga tidak mungkin pergi kemana-mana, maka saya putuskan cepat kembali ke Sintang.
Teman-teman di sana bilang bahwa banjir tahun ini semakin parah. Bahkan sudah terjadi tiga kali dalam setahun ini.
Untuk saya, kejadian ini tidak mengangetkan. Karena sudah pernah mendengar tentang analisisi dari salah satu LSM bahwa kota Putussibau akan sering kebanjiran, jika hutan di wilayah Hulu Mendalam dan wilayah Hulu Kapuas -khususnya wilayah Lunsa dan Nanga Balang- dirambah hutannya.
Tempat-tempat tadi merupakan hutan penahan air untuk Putussibau dan wilayah hilir lainnya.
“Dulu waktu mempelajari dampak adanya perusahaan di wilayah Kapuas Hulu, saya masih belum paham sepenuhnya,” kata seorang teman yang pernah bersama-sama mengadvokasi warga.
“Banjir ini hanya salah satu bukti yang dulu pernah kita bicarakan,” lanjutnya.
“Seandainya saja warga tetap menolak perusahaan kayu itu dan menjaga hutan, mungkin jika banjir tiba tidak akan separah sekarang ini,” ujarnya.
“Namun itu hanya mungki, jika semua warga punya pemikiran panjang demi masa depan hidup bersama,” lanjutnya.
“Ketidakharmonisan dengan alam, harus dibayar oleh kita semua dalam kesusahan, kerugian, bahkan penderitaan,” katanya.
“Banjir hanyalah simbol kecil gugatan alam terhadap kerakusan manusia, ketamakan dan ketidakpeduliaan manusia terhadap lingkungan yang sebenarnya pelindung hidup mereka,” ujarnya lagi.
“Banjir ini hanya peringatan bukan hukuman, supaya kita lebih bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup kita,” katanya.
“Tuhan sudah mengarunikan kepada kita alam yang indah dengan segala kekayaannya, sudah sepantasnya kita merawatnya bukan merusaknya,” katanya lagi.
Hari ini kita dengar dalam bacaan Injil demikian.
Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi.
Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi.
Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?
Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar?”
Bacaan Injil yang telah kita dengarkan mengisahkan tentang Yesus yang sungguh kecewa terhadap orang-orang Farisi yang pandai dalam segala hal terlebih khusus pandai dalam membaca tanda-tanda alam.
Akan tetapi mereka tidak mampu melihat pesan dan kehadiran Tuhan dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Mereka hanya pandai berkomentar dan mengkritik sesuatu yang pada dasarnya tidak mereka ketahui.
Jika kita dapat memahami tentang apa pun yang berkenaan dengan situasi atau peristiwa yang ada di dunia, Tuhan pun menghendaki kita memiliki kepekaan rohani, yaitu peka terhadap situasi lingkungan alam sekitar kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku punya perhatian terhadap situasi lingkungan hidupku?