BENCANA banjir bandang dadakan itu terjadi hari Jumat malam tanggal 1 Desember. Sekitar pukul 21.30 WIB. Berlangsung hanya dalam waktu 10 menit saja. Mula-mula luapan air itu muncul dari sebuah sungai kecil yang ada di antara dua bukit yang tiba-tiba saja sedikit meluap.
Namun, lamban-laun luapan air itu semakin membesar. Kemudian hanya dalam waktu sekejap, “sampah” banjir berupa bebatuan besar-besar langsung bermunculan. Seperti “tercerabut” dari dalam tanah.
Dalam sekejap, semuanya langsung ikut tersapu luapan banjir bandang dadakan. Berikut juga dengan luapan lumpur pekat. Langsung mengubur areal halaman Gereja Stasi Santo Mikael Simangulampe, Paroki Santo Fidelis Doloksanggul.
Gereja stasi dan parokial ini masuk wilayah administratif Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Secara gerejawi, masuk ranah pastoral Keuskupan Agung Medan.
“Susah dimengerti. Bagaimana mungkin sebuah sungai kecil tiba-tiba saja mampu ‘memuntahkan’ bebatuan besar-besar dan longsoran batu-batu itu kini menumpuk di areal halaman gereja stasi kami,” demikian tutur Pastor Paroki Romo Demon Mansuetus SVD menjawab Sesawi.Net, Minggu siang 3 Desember 2023.
Kata Bupati Kabupaten Humbang Hasundutan yang tiba meninjau lokasi bencana, dari kejauhan gereja stasi ini ada dua bukit menjulang tinggi.
Dampak banjir bandang dadakan ini sungguh dahyat
- Areal gereja stasi ini sampai hari Minggu siang ini masih tetap dipenuhi “sampah banjir” berupa luapan lumpur yang mengisi bagian dalam gereja dan areal halaman.
- Sementara itu, tumpukan tinggi dari puluhan bebatuan besar juga masih “mengisi” dan memenuhi halaman gereja.
- Bangunan sekolah Katolik tidak jauh dari gereja stasi terdampak serius. Bangunannya seperti “tenggelam” karena luapan lumpur yang tebal telah memenuhi halaman sekolah.
Ibarat kata, demikian Romo Demon Mansuetus SVD, kini bangunan Gereja Stasi Santo Mikael Simangulampe yang masuk wilayah reksa pastoral Gereja Santo Fidelis Paroki Doloksanggul ini dikepung oleh tumpukan bebatuan besar.
Jarak aman dengan tubir Danau Toba tergerus hampir habis
Yang menyedihkan lagi, jarak lahan pengaman bagian belakang bangunan gereja dengan Danau Toba dalam kondisi mengkhawatirkan.
“Sebelum terjadi bencana banjir Jumat pekan lalu, jarak aman antara bangunan belakang gereja dengan tubir pinggiran Danau Toba ada sekitaran 30 meter. Sekarang ini tinggal dua meteran saja,” ungkapnya.
Bila terjadi banjir lagi, maka kontruksi bangunan gereja stasi ini akan bisa rontoh. Dengan sendiri, bangunan gereja akan segera lenyap “ditelan” air Danau Toba.
Jarak gereja stasi dengan pusat paroki sejauh 30-40 menit bermotor.
Kredit foto dan video: Umat stasi dan paroki Doloksanggul via Pastor Paroki Romo Demon Mansuetus SVD.