“MENJANGKAU yang tak terjangkau.”
Begitulah visi Yayasan Bhakti Luhur, lembaga para suster yang mengelola sebuah rumah panti asuhan di kawasan Ciputat, Tangsel, Banten. Pada hari Minggu 2 April 2017 lalu, panti asuhan ini kami kunjungi untuk sebuah misi bakti kasih sederhana.
Siapa ‘kami’ di sini?
Kami bukanlah orang-orang hebat, melainkan hanya umat katolik biasa. Bahkan kami ini boleh dibilang ‘orang katolik baru’. Maklumlah, kami bertujuh ini baru saja menerima Sakramen Baptis dan menjadi katolik pada usia remaja dan dewasa.
Tujuh orang baptisan baru Paroki Kelapa Gading di Jakarta Utara plus beberapa anggota keluarga melangkahkan niat mengunjungi panti asuhan yang dikelola oleh para suster biarawati di kawasan Ciputat, Tangsel ini.
Kami berlima belas orang berangkat pagi hari itu dengan membawa beberapa barang kebutuhan panti. Itu seperti minyak goreng, sabun mandi, pembersih lantai, buah-buahan dan alat edukasi, juga boneka-boneka untuk anak-anak.
Gagal ziarek
Program bakti kasih mengunjungi anak-anak panti asuhan ini terjadi, setelah program yang kami rancang sebelumnya yakni ziarah-rekreasi (ziarek) urung terjadi. Kami sudah berangkat meninggalkan Kelapa Gading menuju Subang di Jawa Barat untuk kemudian terus ke Lembang, Bandung.
Tapi apa lacur, perjalanan kami terkena imbas macet berkepanjangan dan berlapis-lapis. Kami tertahan di jalan sampai kurang lebih tujuh jam.
Program ziarek yang gagal ini terjadi di bulan Oktober 2016 lalu. Sejak itu, rasa ingin berziarek tetap saja membara. Namun tidak juga kesampaian, akhirnya program itu kami alihkan menjadi bentuk ‘ziarah rohani’ yang lain: berbakti kasih untuk anak-anak di sebuah panti asuhan.
Akhirnya, datanglah kami mengunjungi anak-anak berkebutuhan khusus yang dirawat di Panti Asuhan Yayasan Bhakti Luhur di kawasan Ciputat, Tangsel.
Kondisi fisik dan mental anak-anak penghuni Panti Asuhan Bhakti Luhur ini mayoritas mengalami down syndrome, cerebral palsy dan ada beberapa anak yang mengalami autisme, buta dan tuli-bisu. Kondisi itu membuat kami semua merasa terharu dan beberapa orang mula-mula termangu, tidak sanggup berinteraksi dengan anak-anak penghuni panti yang mulai berdatangan ke aula untuk menerima kami.
Beberapa teman tampak lebih “kuat” dan menyapa serta menyalami satu per satu anak-anak yang duduk di kursi-kursi yang tersedia menghadap panggung.
Yanto yang mengalami kebutaan telah siap di bangku keyboardist. Demikian pula Atin yang hari itu menyanyikan beberapa lagu termasuk lagu Siapakah Aku Ini Tuhan.
Dibuang oleh keluarganya
Sr. Fransina ALMA dalam kata sambutannya bercerita tentang anak-anak di panti dan pelayanan para suster dan perawat-perawat dalam mendampingi anak-anak. Suster dan teman-temannya adalah para guru anak-anak tersebut, juga pengasuh, tukang masak, plus bertugas membersihkan panti.
Di sini tidak ada petugas cleaning service. Semua dilakukan sendiri, dengan bantuan anak-anak panti yang mampu melakukan tugas-tugas fisik.
Sebagian besar anak-anak dibuang oleh keluarganya.
Hal ini sangat menyentuh kami. Secara visual, kami pun sangat tersentuh karena kami dapat melihat bagaimana kesulitan mereka secara fisik dan mental: mereka yang down syndrome IQ-nya rata-rata di bawah 70, mereka yang cerebral palsy harus duduk di kursi roda, tubuh terlihat tidak normal, tulang-tulang tangan dan kaki yang seperti terpelintir dan berukuran tidak normal.
Respons kami umumnya adalah sedih, kasihan, belajar bersyukur karena ternyata selama ini keadaan kami jauh lebih sehat dan berkecukupan dari anak-anak tersebut yakni mereka yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh keluarganya.
Kami juga masing-masing belajar banyak dari anak-anak tersebut yang walaupun berkekurangan, mereka saling membantu.
Mereka itu luar biasa
Bagi kami, mereka ituluar biasa, persis seperti kata-kata di lagu mars Bhakti Luhur. Dalam kekurangannya, mereka tetap ceria dan bersemangat. Dalam kekurangannya, mereka tetap saling membantu.
Kami pun berharap banyak orang lain yang kelak berkunjung serta mereka yang mendengar cerita tentang teman-teman di panti ini, akan tergerak untuk membantu karena panti tidak memiliki donatur tetap.
Kami mendengar bahwa panti asuhan ini nantinya akan tergena gusuran karena projek jalan tol pada tahun 2017 ini. Hingga kini, mereka belum punya lokasi baru untuk menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus ini.
Mencari, menemukan dan merawat yang tersisihkan merupakan bagian dari visi Yayasan Bhakti Luhur untuk “menjangkau yang tak terjangkau”.
Panti asuhan ini didirikan oleh Pastor Paul H. Janssen CM di bawah naungan lembaga Yayasan Bhakti Luhur. Lembaga amal kasih ini telah berkarya di Indonesia selama lebih dari 50 tahun dan jejak karya amal kasih lembaga ini ada di Madiun serta tempat-tempat lain di seluruh Indonesia.
Hingga sekarang, lembaga ini sudah menaungi sedikitnya 75 panti yang tersebar di Sumatra, Kalimantan Barat, Flores, Sumba, Papua bahkan di Dilli – Timor Leste. Misi mereka adalah melayani saudara-saudara kita yang membutuhkan, yakni mereka yang selain tergolong sebagai anak-anak berkebutuhan khusus (baik fisik maupun mental), mereka pun yatim piatu, miskin, dan terlantar.
Di Jakarta dan Tangerang terdapat delapan panti asuhan Bhakti Luhur, salah satunya di Ciputat yang kami kunjungi. Di Panti Pamulang ini diasuh 35 orang anak perempuan dan 41 anak laki-laki.
Kami belajar mengenal nama-nama mereka: Theresia, Ayi, Tasya, Herlina, Deborah, Yanto, Atin, Alexa, dan lainnya.
Berbelas kasih
Tidak lama kami menghabiskan waktu bersama teman-teman di Bhakti Luhur ini. Saat menerima kami, mereka menyanyikan beberapa lagu yang diajarkan oleh suster dan para perawat.
Mereka menari, maju ke depan, naik ke panggung, berjoget ria menyanyikan Mars Bhakti Luhur, Yesus Pokok dan Kitalah Carangnya dan satu dua lagu lain. Lalu tiba giliran kami untuk memimpin teman-teman tersebut dalam gerak dan lagu.
Mereka bersemangat sekali menarikan Pake Tume Tume Tata, juga Aku Istimewa. “Istimewa bukan karena katamu, bukan karena kau puji, tapi karena Yesus katakan demikian, karena aku dibeli bukan dengan emas perak tapi darah Yesus”.
Deborah berjoget luar biasa semangatnya.
Kurang lebih pukul 10.00 kami tiba dan menjelang jam makan siang pukul 11.30 WIB, kami mengucapkan sampai jumpa. Kepada anak-anak usia 5-6 enam tahun, anggota kami Angel dan Ribka berdiri di depan pintu dan membagikan bingkisan kecil berisi snack untuk teman-teman Panti Asuhan Bhakti Luhur.
Kata beberapa teman yang berpengalaman menangani anak-anak berkebutuhan khusus, barangkali kami datang aakan memberik sesuatu kepada anak-anak tersebut. Ternyata pada akhirnya kamilah yang mendapat lebih banyak dari anak-anak tersebut: suatu pengalaman akan belas kasih Bapa di surga, baik kepada mereka yang dikatakan berkebutuhan khusus tersebut maupun kepada kami yang mungkin selama ini tidak tahu berterima kasih atas “keberuntungan” kami.
Hati kami dipenuhi oleh rasa syukur karena alih-alih pergi ke Lembang dan mengikuti keinginan hati kami sendiri, kami dibawa melangkah mengunjungi teman-teman di Bhakti Luhur.
Belajar dari mereka
Bersyukur karena mereka. Belajar berbelas hati lebih lanjut dan bergerak dengan kesadaran baru dalam diri kami untuk ambil bagian dalam hidup saudara-saudara kami ini.
Semua itu demi kemuliaan Allah.
PS:
- Naskah final ini dikerjakan oleh Francisca Tanoto dan isinya dirangkum dari pengalaman bersama atas sharing Maria Theresia, Liantoro, Vincentius Christian Reynold, Gabriel Tee Ing Lian, Mikhaela Vera, Maria Jennifer Chendrawira dkk. Naskah sama juga pernah dimuat di majalah internal Paroki St. Yakobus Kelapa Gading.
- Para pembaca yang ingin berbuat kasih dengan berdonasi, silakan mengontak Redaksi Sesawi.Net untuk keterangan prosedural lebih lanjut melalui portalsesawi@gmail.com