Bayi Bebas HIV dari Ibu

0
173 views

TEMA Hari AIDS Sedunia Sabtu, 1 Desember 2018 adalah “kenali statusmu” (know your status) yang bertujuan untuk mencapai dua hal berikut.

Pertama, mendorong semua orang untuk mengetahui status infeksi HIV mereka melalui pemeriksaan di laboratorium klinik, sehingga dapat langsung mengakses layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV.

Kedua, mendesak pembuat kebijakan kesehatan untuk membentuk  agenda “sehat untuk semua” (health for all) tentang HIV, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan penyakit tidak menular yang terkait.

Apa yang harus dilakukan?

Hari AIDS Sedunia (World AIDS Day) ini mengingatkan kita bahwa pada Rabu, 8 Juni 2016 yang lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Thailand, Belarus, Armenia, dan Republik Moldova telah mengikuti Kuba yang berhasil menghilangkan proses penularan HIV dari ibu ke bayi. Ini adalah sinyal yang jelas bahwa dunia sudah dalam perjalanan menuju generasi bebas AIDS.

Menghilangkan penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kunci untuk upaya global, dalam mengakhiri AIDS pada tahun 2030.

Setiap tahun, secara global diperkirakan terdapat 1,4 juta ibu hamil yang hidup dengan HIV. Dengan pengobatan, 15-45% dari mereka masih memiliki kemungkinan menularkan virus kepada bayi mereka selama kehamilan, persalinan, dan atau menyusui. Namun, risiko dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, jika obat antiretroviral (ARV) diberikan kepada ibu dan bayi pada seluruh tahap kehidupan, ketika penularan infeksi HIV dapat terjadi. Program tersebut dinamakan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PMTCT atau ‘Prevention of Mother-To-Child HIV Transmission’).

Jumlah bayi yang lahir dengan HIV setiap tahun, telah turun hampir setengahnya sejak tahun 2009, yaitu turun dari 400.000 di 2009 menjadi tinggal 240.000 pada tahun 2013. Upaya intensif tetap dibutuhkan untuk mencapai target global, yaitu kurang dari 40.000 infeksi baru pada bayi per tahun pada tahun 2016.

Para petugas kesehatan di Thailand telah menjalankan serangkaian langkah PMTCT secara paripurna. Setelah melakukan pemeriksaan dan konfirmasi virus pada ibu hamil, ibu diberikan obat ARV secara teratur dan dengan persetujuan ibu, menjadwalkan operasi bedah caesar pada minggu ke-38 kehamilan. Setelah persalinan, bayi baru lahir juga diberi obat ARV dan kemudian dipantau dengan pemeriksaan berkala sampai anak berusia 18 bulan.

Ibu juga mengikuti rekomendasi dokter untuk tidak menyusui bayi, karena ASI dapat menularkan HIV kepada bayi, sehingga digunakan susu formula.

Di Thailand 98% ibu hamil yang hidup dengan HIV telah memiliki akses terhadap terapi ARV, sehingga tingkat penularan HIV dari ibu ke bayi telah berkurang menjadi kurang dari 2%. Pada tahun 2000, diperkirakan 1.000 bayi telah terinfeksi dengan HIV,sedangkan pada tahun 2015, penularan ibu ke bayi berkurang menjadi tinggal 85 bayi.

Ini adalah penurunan lebih dari 90% dan merupakan prestasi yang signifikan di sebuah negara dengan perkiraan terdapat 450.000 orang yang hidup dengan HIV. Semua wanita hamil di Thailand wajib menjalani setidaknya 10 kali pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care atau ANC).

Bandingkan dengan di Indonesia yang hanya 4 kali ANC selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Menurut LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja) Direktorat Kesehatan Keluarga Kemenkes TA 2017, Ibu Hamil yang Mendapat Pelayanan Antenatal (K4) minimal 4 kali, menjalani test laboratorium klinik sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan atau berdasarkan indikasi (HBsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC).

Cakupan K4 tahun 2017 adalah sebesar 86,4%, yaitu sebanyak 4.596.717 orang ibu hamil telah mendapatkan kunjungan antenatal sebanyak 4 kali.

Di Thailand, terdapat 99,2% ibu hamil dengan HIV positif dan 100% bayi yang dilahirkan, telah menerima pengobatan sejak September 2014. Obat ARV diberikan secara gratis setiap bulan, ibu atau anggota keluarga datang untuk mengambil obat dengan kartu yang tidak mencantumkan nama pasien, untuk menjaga rahasia kedokteran atas diagnosis. Kartu ini juga merupakan cara untuk memantau kepatuhan pengobatan.

Thailand telah melakukan PMTCT paripurna dengan menjamin akses awal untuk perawatan prenatal, pengujian HIV untuk ibu hamil dan pasangannya, pengobatan untuk ibu yang positif HIV dan bayi mereka, persalinan secara bedah caesar, dan substitusi menyusui dengan susu formula. Layanan ini disediakan negara dalam sistem kesehatan nasional yang adil, dapat diakses di seluruh pelosok Thailand, dan PMTCT terintegrasi dengan program kesehatan ibu dan anak.

Sebaliknya di Indonesia, menurut Profil Kesehatan Indonesia yang diterbitkan Kemenkes, pada tahun 2017 jumlah kasus baru HIV adalah 33.660 orang, ditemukan dari 4.295 fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan ARV dan PMTCT, atau 2,05 % dari semua klien yang datang.

Thailand telah menerima validasi dari WHO atas keberhasilannya menghapus penularan HIV dari ibu ke bayi, menjadi negara pertama di Asia dan Pasifik. Selain itu, Thailand juga negara yang pertama dengan epidemi HIV besar, yang mampu memastikan generasi penerusnya bebas AIDS.

Menteri Kesehatan Thailand hadir menerima sertifikat validasi dalam upacara megah yang berlangsung di New York, pada malam Pertemuan Tingkat Tinggi Majelis Umum PBB. Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa untuk sebuah negara, di mana ribuan orang warganya hidup dengan HIV.

Keberhasilan Thailand menunjukkan bagaimana negara dapat membuat perubahan, dengan kebijakan yang baik dan diikuti dengan komitmen yang tinggi. Penghapusan penularan HIV dari ibu ke anak, telah menjadi sebuah kenyataan dan Thailand telah menunjukkan kepada dunia, bahwa HIV dapat dikalahkan.

Selain itu, memotivasi sebanyak mungkin orang, terutama ibu hamil untuk mengetahui status infeksi HIV mereka (know your status), perlu mendapat dukungan penuh.

Sudahkah kita bijak?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here