SEBUAH kisah menarik terjadi setelah lima hari peristiwa tragis melanda Amerika, di mana teroris menabrakkan pesawat ke Twin Towers, yang menewaskan ribuan orang pada tanggal 11 September 2001.
Jam 03:00 (pagi), Labib Salama, seorang Mesir yang memiliki sebuah kafe beserta temannya, Nasser dan beberapa teman lain sedang duduk sambil bermain catur di kafe itu. Sementara itu beberapa dari mereka sedang asyik berbicara tentang peristiwa tragis itu.
Tiba-tiba empat laki-laki dengan wajah seram (dua berkulit putih dan dua orang Spanyol) masuk ke kafe tersebut. Dengan beringas mereka menghancurkan meja dan kursi yang ada di sana. Tidak puas sampai di situ, gelas dan jendela kaca juga ikut hancur karena kebrutalan mereka itu. Labib Salam, segera menelepon polisi. Dalam hitungan menit beberapa polisi datang dan memukul secara beringas pelaku itu. Kemudian mereka juga memborgol ke-empat laki-laki itu.
Polisi menyuruh Labib membuat laporan dan tuntutan atas kerusakan kafe dan isinya. Tetapi Labib menolak membuatnya. Malah ia mengatakan,“Saya tidak akan membuat laporan. Saya juga tidak akan menuntut. Lepaskanlah mereka.
Polisi itu mengatakan, “Kalau kamu ingin mendapat asuransi atas semua kerusakan ini, maka kamu harus membuat laporan dan tuntutan.”
Labib sekali lagi mengatakan, “Tidak. Saya tidak akan membuat laporan dan tuntutan. Biarlah semuanya berlalu jangan ada lagi kemarahan dan kebencian.”
Polisi tidak ada pilihan lain dan mereka terpaksa melepaskan keempat laki-laki itu.
Setelah polisi pergi, Labib dan teman-temannya membersihkan kafe itu. Semuanya rusak dan hancur. Tiba-tiba Labib mengatakan, “Sekarang bertambah ketakutan saya. Saya takut dengan teroris dan saya juga takut dengan orang Amerika (polisi yang “ganas”).”
Satu jam kemudian, pada pukul 04:00 (pagi) ke-empat orang tadi kembali ke kafe tersebut. Kata pertama keluar dari mulut mereka ialah, “Terimakasih karena Labib tidak membuat laporan dan juga tidak menuntut mereka atas kerusakan kafe dan isinya” Mereka juga ikut membantu membersihkan kafe itu dan juga akan membayar kerusakannya. Keempat laki-laki itu juga memesan kopi untuk semua mereka dan sekaligus membayarnya.
Mereka ngobrol sampai jam 08:00 (pagi). Sebelum laki-laki itu pergi, Labib memberi nasehat yang indah, “Lain kali jika kamu datang ke kafe ini, datanglah sebagai teman dan sahabat. Kamu tidak perlu memecahkan semua alat-alat dan merusakkan meja dan kursi dan setelah itu kamu mengatakan ‘Sorry’ Kita adalah teman, sahabat dan saudara walau kita berbeda.”
********
Dari kisah ini, terutama dari sikap “indah” dari Labib, kita bisa memetik beberapa mutiara hidup, terutama dalam masa penantian (adven) ini. Pertama, kelemahlembutan akan mengalahkan kekerasan.Kedua, maafkanlah orang lain maka orang lain juga akan mengampunimu.Ketiga, janganlah kebencian dan kemarahan menguasai diri kita tetapi isi dan penuhilah hati kita dengan kesabaran, kasih, dan pengampunan.Keempat, kamu adalah sahabatku. Kamu adalah saudaraku walau kita berbeda.
Saudara-saudari terkasih dan teman-teman sekalian, saya tahu kita sedang berjuang untuk melaksanakannya. Karena itulah Yesus akan datang untuk membantu, menolong dan menyempurnakannya. Dia akan membantu kita mengkikis sikap benci dan kemarahan. Dia akan menolong kita untuk bersikap lemah lembut dan rendah hati. Yakinlah, Dia akan menyempurnakannya lewat kedatangan dan kelahiranNya. Bukalah pintu hatimu biarkan Yesus bekerja atas dirimu. Dia akan membawa perubahan. Semoga.