“Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini.” (Kis 15, 28)
EBIT pernah melantunkan lagu “Titip Rindu Buat Ayah”, dengan syair seperti ini, “Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa; Benturan dan hempasan terpahat di keningmu; Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras; namun kau tetap tabah hm…Meski nafasmu kadang tersengal; memikul beban yang makin sarat kau tetap bertahan.”
Beban hidup seorang ayah sungguh berat. Dia harus mengalami berbagai benturan dengan banyak pihak, entah pasangan, anak, tetangga, saudara atau orang yang punya kepentingan lain. Dia juga mengalami hempasan dan kegagalan atau dicampakkan orang. Begitu banyak beban yang membuatnya nampak semakin tua dan lelah. Keringatnya mengucur deras karena melakukan pekerjaan yang juga berat. Beban hidup seorang ayah menjadi semakin berat, ketika harus menanggung beban hidup orang lain, entah istri maupun anak-anak.
Beban hidup yang ditanggung seorang ayah kiranya juga sering dialami oleh banyak orang. Banyak orang harus hidup dengan memikul beban yang berat. Seorang anak yatim piatu harus menanggung beban hidupnya sendiri dan juga menanggung beban hidup tiga adiknya yang masih kecil. Seorang anak perempuan harus menanggung beban hidup yang berkaitan dengan kuliah, pekerjaan yang menumpuk, harapan orang tua, relasi dengan pilihan hidup yang sering gagal. Seorang aktivis atau pelayan merasa terbebani dengan tugas yang diberikan warga lingkungan, dewan paroki, panitia arisan dan kelompok lain.
Beban hidup apa saja yang selama ini harus kupikul? Bagaimana caranya agar saya bisa meringankan beban hidup orang lain dan bukan memberikan lebih banyak beban bagi mereka, seperti dilakukan oleh para rasul bagi umat beriman awal? Teman-teman selamat pagi dan selamat berhari Minggu. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)