Rabu, 22 Mei 2024
Yak. 4:13-17;
Mzm. 49:2-3,6-7,8-10,11;
Mrk. 9:38-40
KEBAIKAN adalah bahasa universal yang dapat menyatukan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Bersikap baik itu adalah sebuah kekuatan karakter yang didefinisikan sebagai berbuat baik dan berbuat baik kepada orang lain, membantu, dan peduli.
Bukan rahasia lagi bahwa bersikap baik itu menyenangkan. Itu membuat kita merasa terhubung, dihargai, dan bahagia. Selain itu, tindakak ini sama-sama menguntungkan. Ketika kita menunjukkan kebaikan kepada orang lain dan diri kita sendiri, manfaatnya akan dua arah.
Mempraktikkan kebaikan demi kebaikan adalah salah satu anugerah terbesar yang dapat kita berikan kepada orang lain dan diri kita sendiri.
“Saya tinggal di perumahan ini sendiri sebagai umat katolik, sedangkan penghuni lainnya beragama non katolik,” kata seorang bapak,
“Namun demikian, warga lain tidak keberatan jika rumah saya kesempatan misa lingkungan atau pendalaman iman, doa rosario.
Hal ini pertama-tama terjadi karena sejak saya tinggal di sini, saya berusaha menyesuaikan diri dalam tata pergaulan dengan mereka. Saya ikut pertemuan RT, ikut siskambling, ikut mengurus RT bahkan sejak tiga tahun lalu saya menjadi pendamping karang taruna di kompleks kami ini.
Saya merasakan sikap gotong royong dan toleransi yang tinggi serta keinginan berbuat baik bagi orang lain. Warga kami tidak berusaha memaksakan kehendak mereka untuk orang lain, bahkan sering kali mendukung ide dan gagasan kami,” paparnya.
Dalam.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian. Kata Yohanes kepada Yesus: “Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.
Tetapi kata Yesus: “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.”
Hari ini, Yesus menunjukkan satu sikap yang amat positif yakni sikap toleran terhadap sesama yang tidak segolongan. Markus mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan, Yohanes melihat seorang yang bukan murid Yesus mengusir setan dalam nama Yesus. Lalu ia dan teman-temannya mencegahnya, karena ia bukan pengikut Yesus Kristus.
Mungkin saja Yohanes berpikir akan mendapat jempol dari Yesus. Tetapi ternyata Yesus justru membuka dan memperluas wawasan Yohanes dan teman-temannya untuk lebih terbuka lagi kepada sesama yang berbeda pandangan hidup dan keyakinan mereka.
Yesus mengatakan kepada Yohanes supaya jangan mencegah mereka karena orang itu tidak mengumpat Yesus. Orang itu tidak melawan Yesus maka ia juga berada di pihak Yesus bersama komunitas para rasul-Nya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau bekerjasama dengan orang yang berbeda denganku?