Bel Motor di Agats, Papua Berbunyi “Permisi”

0
3,828 views

Panas menyengat dan membakar kulit menjadi hal yang lazim di seluruh pedalaman Asmat, Papua. Saat Sesawi.net memasuki ibu kota Kabupatennya, Kota Agats, kulit tangan yang sengaja tidak ditutupi dengan baju lengan panjang meski tetap bertopi dan bercelana panjang benar-benar gosong akibat terik mentari. Suhu termometer rupanya menunjukkan angka di kisaran 30 derajat selsius.

Perih dan pedih rasanya. Namun sengat mentari ini serasa tidak berarti dengan hawa dan udara Agats yang bersih dan segar. Angin kencang bertiup menyegarkan saat speedboat itu membawa kami Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan menuju tiap-tiap kampung yang kami sambangi pada akhir Oktober lalu.

Ya, panas terik mentari yang membuat gosong kulit dan udara yang lembab membuat keringat serasa mau keluar tapi enggan ini memang dominan di tempat ini. Namun, pedalaman Asmat, terutama kota Agats yang berada di atas papan dari kayu besi (dan sebagian dari beton) sebagai tempat berpijak kami dan seluruh masyarakat yang tinggal nyaman dengan suasana kota ini karena tidak ada macet, polusi udara dan tentu saja polusi suara seperti yang dialami oleh masyarakat kota terutama masyarakat Jakarta seperti kami.

Di wilayah ini memang minim kendaraan bermotor. Polusi udara nyaris tak ada meski ada motor-motor boat yang menggunakan bahan bakar bensin dan minyak tanah ini sering juga mengepulkan asap. Lalu lalang kendaraan ini hanya ada di sungai-sungai atau laut. Volumnya pun tak banyak, bisa dihitung dengan jari jumlahnya tiap hari.

Kebanyakan orang yang tinggal di ibukota Asmat, yakni Agats ini berjalan kaki bila ingin menyelusuri setiap sudut kota. Motor roda dua dengan bahan bakar batere memang lazim digunakan di sini. Tak ada asap dan tentu saja suara bising kendaraan tiada sama sekali karena motor listrik yang laju paling kencangnya mencapai 45- 70 km per jam ini nyaris tak terdengar suaranya bila nyelonong di jalanan berpapan.

Bahkan bila motor ini hendak mendahului seseorang yang sedang berjalan karena lebar jalanan hanya selebar satu setengah meter, bel pun jarang berbunyi. Hanya suara “permisi” dari mulut pengendara motorlah yang keluar. Memang bel bisa dibunyikan. Bisa jadi orang enggan membunyikannya karena mau irit listrik atau tak mau keluarkan suara klason yang bisa membuat kaget pejalan kaki. Jadi, polusi suara pun nyaris tak ada sama sekali.

Motor-motor buatan Indonesia dengan dominasi merek Emoto menjuarai. Kendaraan ini sebagian besar dibawa dari Surabaya, dengan kapal tentunya. Dengan harga dua kali lipat dari harga yang jual di Surabaya maupun Jakarta motor ini beredar dan digunakan masyarakat Agats. Di Surabaya sendiri satu motor kurang lebih seharga 5-6 juta rupiah. Sementara di pedalaman Asmat, motor ini seharga 9 jutaan satu unitnya.

Link : SEHATNEWS.COM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here